Setelah sebelumnya saya telah menulis
bagaimana perjalanan saya, pertama kali menginjakkan kaki di Danau Kelimutu.
Danau yang memiliki keunikan warna dan kepercayaan masyarakat sekitar danau
terkait danau itu sendiri. Perjalanan kami pun berlanjut, saya masih ditemani
Kevin. Seorang mahasiswa yang baik hati menampung dan menemani perjalanan saya selama
di Ende.
Danau Kelimutu bukanlah satu-satunya
destinasi wisata yang ada di Ende. Ada banyak pilihan, seperti yang kami
kunjungi. Kami tak menyia-nyiakan waktu untuk menjelajah wisata yang ada sehabis
dari Kelimutu. Kami masih sempat mengunjungi beberapa tempat wisata yang berada
ataupun yang kami lewati sebelum kami tiba di Kota Ende.
Pemandian
Air Panas Lia Sembe.
Tempat ini akan kita lewati ketika berkunjung ke Danau Kelimutu. Ini tujuan
kami yang pertama karena letaknya yang tidak begitu jauh dari jalan raya,
kendaraan bisa masuk sampai pos pembelian tiket. Kami pun membayar tiket masuk
sebesar Rp. 2.000/orang. Menuruni anak tangga untuk tiba di pemandian.
Pemandian ini berdekatan dengan rumah warga dan warga sekitar menjadikan tempat
ini untuk mandi dan mencuci pakaian. Pemandian ini memiliki 2 kolam yang
ukurannya berbeda, kolam pertama ukurannya lebih besar dan berada di atas
sehingga menjadi tempat pertama yang dialiri dari penampungan sumber mata air
panas, biasanya digunakan oleh masyarakat dewasa untuk mandi; kolam kedua
berada dibawah yang dipisahkan sekat beton dan berukuran lebih kecil untuk anak
kecil dan untuk mencuci.
Pemandian Air Panas Lia Sembe
Entah mengapa air ini menjadi panas,
saat berkunjung tak banyak masyarakat yang berada disekitaran pemandian
sehingga tidak sempat bertanya. Kami menyempatkan diri untuk mandi berhubung
saat keberangkatan kami dari Ende menuju Danau Kelimutu, kami belum mandi.
Berenang dan berendam di air panas, ala refleksi. Sayangnya, pemandian ini
tidak terawatt dengan baik, walaupun sudah ada himbauan dari papan yang berada
disitu untuk tetap menjaga kebersihan, tetapi sampah plastik khususnya bungkus
sabun berserakan dimana-mana. Ditambah lagi kamar mandi yang tidak bersih dan
tidak ada air. Padahal jika dikelola dengan baik bisa menjadi pilihan destinasi
wisata yang patut untuk didatangi setelah mengunjungi Danau Kelimutu.
Kampung
Moni. Kampung terakhir sebelum Danau Kelimutu,
sehingga di kampung ini terdapat beberapa penginapan dan menjadi salah satu
tempat untuk menginap sebelum ke Danau Kelimutu. Seperti yang saya sudah
tulisan di blog saya sebelumnya, alternatif penginapan untuk menuju Danau
Kelimutu, bisa menginap di Kota Ende atau pilih menginap di Kampung Moni.
Terdapat banyak pilihan penginapan disini, mulai penginapan yang sederhana
dengan harga terjangkau maupun penginapan sekelas hotel dengan tarif yang
sesuai dengan fasilitas yang ada. Untuk harga sendiri saya kurang tau karena
tidak sempat menginap di kampung ini, tetapi menurut beberapa informasi, ada
yang seharga Rp. 70.000/malam. Entahlah apa benar ato salah.
Kampung Moni
Mungkin banyak yang tidak tau kalau
ternyata di Kampung Moni terdapat salah satu perkampungan rumah adat (lupa namanya). Rumah adat ini tepat
berada di Kampung Moni dan tak jauh dari jalan raya. Kami sempat berkunjung,
disambut oleh seorang bapak yang kemungkinan keluarga yang punya rumah adat
ini. Desain rumah adat ini seperti rumah adat di Flores pada umumnya, berbentuk
limas dengan puncak yang kecil beratap daun. Terdapat beberapa menhir. Pun
sebuah halaman yang berbentuk lingkaran dan diatasnya disusun batu sedemikian
rupa yang kemungkinan digunakan pada saat upacara adat.
Air
Terjun Murundao. Masih
di dalam kompleks Kampung Moni, terdapat sebuah air terjun, bernama Air Terjun
Murundao. Tak susah untuk mendapatkan air terjun ini, cukup berpatokan pada
pohon karet di pinggir jalan sebelah kanan ke arah Kampung Moni. Ditambah
terdapat papan nama berwarna biru walaupun berukuran kecil, tetapi masih jelas
terlihat. Atau tepatnya berada di depan Rainbow Café and Restaurant. Untuk
menuju ke air terjun ini, kita harus menuruni anak tangga karena letak yang
berada di bawah. Tiba di bawah sangat sepi, kami hanya berpapasan dengan
sepasang wisatawan mancanegara yang mengatakan bahwa air terjunnya lagi tutup.
Kami tetap melangkahkan kaki menuju air terjun, menyeberang jembatan. Tak
banyak yang kami lakukan di tempat ini, hanya mengambil gambar. Memang air
terjun letaknnya di dalam dan memang tutup, tapi ada satu air terjun (entah
tergolong air terjun atau tidak) yang ada di depan tetapi tidak begitu tinggi
walapun aliran airnya lumayan deras.
Jalan Menuju Air Terjun Murundao
Kampung
Tradisional Wologai.
Setelah dari Air Terjun Murundao, kami pun melanjutkan perjalanan ke Kota Ende.
Kami masih sempat singgah di salah satu kampung tradisional, bernama Wologai. Kampung
ini terletak di Detununu, Dusun Wologai, RT 02/RW 04. Perjalanan dari Kampung
Moni ke Kampung Tradisional Wologai sekitar 30 menit. Saat kami berkunjung,
sekitar kampung ini sangat sepi tak seorang wisatawan pun yang ada atau kami
yang terlalu duluan datang. Terdapat kotak berwarna biru yang bertuliskan kotak
sirih pinang leluhur (dalam bahasa setempat : wuga nata du’a ria). Kotak ini tepat berada di samping anak tangga
sebelum memasuki kompleks. Kotak ini sebagai persembahan atau bisa dikata tiket
masuk dari wisatawan yang berkunjung karena disini tidak ada penagih tiket.
Memasuki kompleks kampung, kita akan
melihat beberapa rumah adat khas NTT yang menurut saya desainnya dan bahan
bangunan yang digunakan tidak jauh berbeda dari rumah adat NTT pada umumnya.
Bentuknya yang limas dan atap dari dedaunan. Terdapat pula batu yang disusun
sedemikian rupa bertingkat-tingkat yang digunakan sebagai tempat upacara adat.
Namun sayangnya, Kampung Tradisional Wologai ini tidak terawat, terlihat dari
rumput dan tumbuhan yang mulai meninggi ditambah lagi beberapa bangunan rumah
adat yang mulai rusak. Seharunya, keluarga ataupun masyarakat memperhatikan hal
ini. Disamping sebagai desinasi wisata yang potensial, setidaknya mereka
menjaga peninggalan leluhur yang wajib untuk dilestarikan.
Kampung Tradisional Wologai
Perjalanan kami pun berlanjut ke Kota
Ende. Selama perjalanan mata disuguhkan dengan pemandangan yang luar biasa.
Pegunungan, air terjun, sungai sepanjang perjalanan memanjakan mata. Tidak ada
yang kami kunjungi lagi sampai benar-benar tiba di kota. Tiba di Kota Ende,
saya mengembalikan motor rental, lanjut ke kosan Kevin berkemas menuju
terminal. Masih sempat bertemu teman yang sama-sama kerja di Kupang dulu. Tak
ketinggalan salah satu destinasi yang belum sempat saya kunjungi karena alasan
kemarin tutup,
Rumah
Pengasingan Bung Karno.
Rumah ini terletak di tengah kota dan tidak sulit untuk menemukan karena ada
papan petunjuk. Rumah bercat putih, berpintu dua dan memiliki jendela tiga buah
di bagian depan dengan kain garis berwarna hijau putih menjadi ciri khas ruma
ini. Memasuki rumah, kita akan diperlihatkan beberapa pajangan berupa foto Bung
Karno, buku koleksi Bung Karno, meja dan kursi, tempat tidur dan beberapa benda
miliki Bung Karno lainnya. Menuju kebelakang terlihat taman, kamar mandi dan
sumur. Kami tak berlama-lama disini, karena saya akan melanjutkan perjalanan.
Kami membayar uang sukarela, kemudian ke terminal.
Rumah Pengasingan Bung Karno
Sempat makan siang karena mobil travel
belum ada. Kemudian kembali ke terminal. Menunggu sekitar 2 jam-an barulah
mobil berangkat. Petualangan 1 hari 1 malam di Ende sebenarnya tidak cukup
untuk menjelajahi Ende, perlu waktu yang lebih. Tetapi karena keburu waktu
jadinya harus meninggalkan Ende. Terima kasih untuk Kevin yang telah menemani
perjalanan saya selama di Ende, semoga bisa kembali bersua.
Tujuan selanjutnya adalah... Penasaran ?
Tunggu cerita selanjutnya, cerita eksplore Flores seorang diri.
Budget
Tambahan Rental Motor Ende Rp. 100.000
Bensin 1 liter Rp. 15.000
Tiket Pemandian Air Panas Lia Sembe Rp.
2.000/orang
Kampung Moni Rp. 0
Air Terjun Murundao Rp. 0
Kotak Sirih Pinang Rumah Adat Wologai
Rp. 10.000
Uang Sukarela Rumah Pengasingan Bung
Karno Rp. 20.000
Makan Siang Rp. 35.000/2 orang
Beberapa Dokumentasi di Sekitaran Danau Kelimutu dan Ende
Pemandian Air Panas Lia Sembe
Kampung Moni
Air Terjun Murundao
Kampung Tradisional Wologai
Rumah Pengasingan Bung Karno
Terimal di Ende
Pemandangan di Ende
0 Comments