Sebelumnya saya telah menulis tentang apa yang “Perlu Diketahui Tentang Waerebo”.
Inilah petualangan saya di Waerebo...
Waerebo
Setelah dari Pulau Nuca Molas, saya dan kedua teman
kembali ke penginapan untuk bersiap-siap meninggalkan penginapan. Dengan penuh
keberanian dan kemauan yang tinggi, saya ingin sekali mengunjungi Waerebo.
Berbagai pertimbangan pun muncul, sehingga saya mengambil keputusan untuk ke
Waerebo seorang diri, sedangkan kedua teman saya yang bersama-sama selama
kegiatan dari Labuan Bajo sampai di Nuca Molas kembali ke tempat mereka
masing-masing.
Waerebo Lodge
Saya pun di antar oleh salah seorang teman (sebelum dia kembali ke Labuan Bajo)
dengan menggunakan motor ke tempat terakhir yang bisa diakses kendaraan.
Sebelumnya kami mampir ke keluarga teman saya dan kebetulan salah seorang
keluarga teman saya ini siap untuk menjadi porter saya dalam perjalanan. Kami
melanjutkan perjalanan menuju ke Waerebo, sayangnya saat tiba di jembatan
pertama, kondisi jembatan sedang diperbaiki, sehingga sampai disinilah saya diantar.
Sambil menunggu porter yang masih di belakang, saya beristirahat sejenak. Hujan
pun turun, saya menuju kolong jembatan untuk berteduh. Ada sedikit rasa kecewa
ketika hujan turun, tetapi tetap semangat untuk ke Waerebo.
Jembatan yang saya tempati berteduh ini bukanlah akses
terakhir kendaraan menuju Waerebo dikarenakan sedang dalam perbaikan, maka
kebanyakan wisatawan berhenti disini. Kesempatan ini pun tak disia-siakan oleh
penduduk sekitar, beberapa penduduk menawarkan jasa ojek untuk sampai ke titik
terakhir akses kendaraan.
Jembatan yang sedang diperbaiki
Beberapa saat menunggu, porter saya datang. Kami
bersepakat untuk melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki tanpa menggunakan
ojek. Selama perjalanan kami pun diguyur hujan, setidaknya ini memberi
keuntungan buat kami tidak kepanasan, walaupun sedikit kecapean karena jalan
yang terus menanjak. Jalanan sampai ke akses terakhir kendaraan sudah beraspal.
Sekitar 30 menit berjalan kaki, sampailah kami di titik terakhir akses
kendaraan. Di tempat ini pun sedang ada pembangunan jembatan yang masih dalam
proses pengerjaan.
Ojek menuju titik akses terakhir kendaraan
Jalanan yang masih beraspal
Disinilah awal mula trekking sesungguhnya menuju Waerebo.
Jalanan yang sempit, beralaskan tanah, tak beraspal, dan mendaki ditambah hujan
terus mengguyur menjadi tantangan tersendiri bagi kami yang hanya dua orang
ini. Dari titik akses kendaraan sampai ke Waerebo berjarak sekitar 4,8 km.
Kalau tidak salah setiap 100 meter terdapat patok penunjuk jarak ke Waerebo.
Penunjuk jarak ke Waerebo
Ditengah rintikan hujan dengan penuh semangat walaupun
terasa lelah, kami terus melangkahkan kaki kami, menyusuri setiap jalan menuju
Waerebo. Alam yang masih alami, di sisi kiri jurang dan di sisi kanan bukit
menjadi pemandangan selama perjalanan. Kami melewati beberapa air terjun mini dan
jalanan yang terkena longsor, tetapi masih bisa dilalui.
Air terjun mini
Tanah longsor
Menyeberangi jembatan
Saya melepas sepatu karena terasa berat kemasukan air
hujan, porter saya pun berbaik hati meminjamkan sendalnya kepada saya. Kami
terus berjalan, melewati salah satu titik yang katanya satu-satunya titik yang
dijangkau oleh sinyal telfon. Kami tidak memiliki kesempatan untuk membuktikan
hal tersebut karena hujan dan tujuan kami sekarang secepatnya sampai di Waerebo
sebelum malam tiba. Sekitar 2,3 km menuju Waerebo, jalanan tergolong mudah
untuk dijangkau karena penurunan. Perjalanan sekitar 2 jam 40 menit akhirnya
kami sampai di pondok tempat menunggu tamu.
Pondok melepas lelah
Pondok tersebut merupakan tempat beristirahat wisatawan
sebelum turun ke Kampung Waerebo. Sebuah pentungan tergantung di salah satu
sisi pondok yang akan dibunyikan sebagai tanda bahwa ada tamu yang akan turun
ke Kampung Waerebo. Kami menuju pondok tersebut untuk sedikit melepas lelah.
Ternyata tidak hanya kami yang ke Waerebo hari ini, di pondok tersebut terlebih
dahulu sampai 2 rombongan, masing-masing sepasang suami istri dari Belanda dan
3 orang laki-laki yang tidak terpaut jauh usia dengan saya dari Malaysia dan
Singapura dengan porter masing-masing.
Beberapa saat beristirahat, kami semua turun ke Kampung
Waerebo. Perasaan takjub melihat alam dan rumah adat Waerebo yang unik serta
perasaan puas mengingat perjuangan hingga sampai di sini trekking dalam waktu
yang cukup lama ditambah guyuran hujan. Kami menuju salah satu rumah untuk
melalui upacara adat, upacara ini memang sudah kewajiban yang akan dilalui
wisatawan ketika berkunjung dan memulai aktivitas selama di Waerebo. Upacara
ini bertujuan untuk manjatkan doa dan meminta persetujuan dari nenek moyang
masyarakat Waerebo. Dalam upacara tersebut, pengujung memberikan uang
seikhlasnya sebagai persembahan dan rasa syukur.
Waerebo di sore menjalang malam hari
Setelah upacara adat, kami menuju salah satu rumah yang
telah ditunjukkan oleh pengelola sebagai tempat kami beristirahat. Memasuki
rumah tersebut, sudah ada 2 rombongan yang lebih dulu tiba. 2 orang perempuan
kakak adik dari Belgia dan 1 orang dari Jerman ditemani 1 guide dari Indonesia.
Berisitrahat sejenak, bersih-bersih badan dan kami pun
disuguhkan makan malam. Dengan duduk melingkar, kami para wisatawan menikmati
makanan yang disajikan oleh tuan rumah. Disini ada rasa kebersamaan antar
wisatawan, bercerita, bercanda dan sebagainya.
Makan malam
Makan malam berakhir, kami pun kembali dikumpulkan duduk
melingkar oleh seorang anak muda sebagai guide Waerebo. Dia menjelaskan dan
menceritakan semua tentang Waerebo, mulai dari sejarah, rumah adat, masyarakat,
hewan sakral Waerebo dan sebagainya. Diakhir pertemuan ini, saya memberikan
oleh-oleh yang saya bawa dari Kupang, beberapa buku bacaan untuk anak-anak.
Kami pun beristirahat untuk memulihkan tenaga selama perjalanan sampai ke
Waerebo. Karena bentuk rumahnya melingkar, kami pun tidur melingkar, dengan sebuah
bantal, kasur dan selimut yang disiapkan pengelola sudah cukup untuk membuat
tidur kami nyenyak dan melindungi kami dari hawa dingin Waerebo.
Buku untuk anak Waerebo
Tempat tidur
Paginya. Bangun tidur, bersih-bersih, walaupun tidak
mandi karena air sangat dingin cuman cuci muka dan gosok gigi... Hehehe... Saya
pun melihat aktivitas masyarakat. Seorang ibu dan anaknya sedang menumbuk kopi
Waerebo yang terkenal enak dan menjadi oleh-oleh Waerebo. Saya pun membantu
menumbuk kopi. Kopi ini dari kopi yang
sudah disangrai kemudian dihaluskan dengan ditumbuk, lalu disaring untuk
menghasilkan bubuk kopi.
Aktivitas masyarakat menumbuk kopi
Selanjutnya saya berkeliling untuk mengambil gambar rumah
adat yang unik dan penuh filosofi ini...
Waerebo
Selesai berkeliling dan memotret, saya dan wisatawan lain
kembali ke penginapan untuk sarapan. Sarapan kali ini ditemani dengan suguhan
kopi Waerebo. Setelah sarapan, kami bersiap-siap untuk kembali. Tak lupa saya
membeli kopi Waerebo pesanan teman saya. Selain kopi, oleh-oleh yang bisa
dibawa pulang dari Waerebo, seperti kain Waerebo, selendang, miniatur rumah
Waerebo dan sebagainya.
Kopi Waerebo
Oleh-oleh Waerebo
Sebelum pulang, saya memotret keceriaan anak-anak Waerebo
dan berfoto bersama mereka.
Foto bersama anak-anak
Dalam perjalanan, salah seorang masyarakat Waerebo
menjual jeruk di pekarangan rumah. Saya pun membeli jeruk tersebut... Terdapat
pula kopi yang sedang di jemur...
Kopi yang dijemur
Jual jeruk
Perjalanan sekitar 4,8 km sudah menunggu di depan. Namun
ini akan sedikit lebih mudah karena cuaca masih pagi dan kami jalan tidak hanya
2 orang saja seperti kemarin pada saat mau berangkat. Rombongan tadi malam semuanya
akan balik. Perjalanan yang lebih mudah ini membuat kami lebih cepat tiba di
jembatan tempat berhenti kemarin, hanya sekitar 1,5 jam.
Foto saat kembali dari Waerebo
Petualangan ke Waerebo ini sangat melekat dalam hati
saya, sebuah perjalanan yang luar biasa, perjalanan dengan perjuangan. Berjalan
kaki, mendaki, diguyur hujan, tetapi semua hilang dengan suguhan yang diberikan
Waerebo. Alam, budaya, rumah, masyarakat, dan kehidupan yang tercipta dan
berjalan di Waerebo serta bertemu dengan orang-orang baru.
Spot yang masih di jangkau sinyal
Pemandangan dalam perjalanan
Kopi Waerebo
Jika ada waktu dan kesempatan serta dukungan dana
(terpenting)... Akan ku langkahkan kakiku kembali ke Waerebo....
Setelah perjalanan dari Waerebo petualangan saya
berlanjut ke Ruteng, Kab. Manggarai. Ceritanya akan saya posting pada tulisan
berikutnya.....
Kisaran Biaya ke Waerebo :
- Ruteng-Pertigaan (Ruteng-Labuan Bajo-Dintor) Rp. 15.000 (pake angkot)
- Pertigaan-Dintor Rp. 200.000 (pake ojek)
- Penginapan di Dintor Rp. 200.000 (Waerebo Lodge)
- Dintor-Akses Terakhir Kendaraan Rp. 50.000 (pake ojek)
- Jasa Porter Rp. 150.000-Rp.200.000
- Uang upacara Rp 20.000-Rp. 50.000
- Bermalam di Waerebo Rp. 325.000
Tips ke Waerebo...
- Hindari musim hujan, kalau pun harus berangkat pada saat musim hujan siapkan mantel
- Berkunjung pada bulan November ada upacara Penti dan tarian Caci
- Bawa buku bacaan untuk anak-anak Waerebo
- Jangan lupa bawa air minum karena perjalanan yang sedikit menguras tenaga
- Siapkan pakaian untuk meminimalisir hawa dingin
0 Comments