Perjalanan
dari Semarang menuju Yogyakarta menggunakan Semarjoglo terbilang cukup lama. Selama
perjalanan saya kebanyakan tidur dibanding menikmati dan melihat pemandangan
sekitar. Mungkin karena sedikit rasa lelah selama berjalan-jalan di Semarang. Jalanan
sedikit macet dikarenakan hari ini liburan panjang sehingga orang-orang memilih
untuk liburan dan Yogyakartalah pilihan kebanyakan orang, termasuk saya setelah
Semarang.
Jalan Malioboro, Yogyakarta
Bus Semarjoglo
yang mengantar kami tiba di perwakilan Yogyakarta malam hari, entah jam berapa
saya lupa. Saya beristirahat sejenak dan bertanya kepada pegawai bus, masih ada
Trans Jogja jam segini. Dia menjawab sudah tidak ada. Ada ojek yang menawarkan
diri, namun harganya lumayan mahal, saya pun mengurungkan diri. Untungnya saya
punya aplikasi ojek online, sehingga ini menjadi pilihan saya dan harganya pun
lebih murah di banding ojek. Saya pun menuju pusat Kota Yogyakarta, Malioboro.
Malioboro menjadi tujuan saya yang pertama sekaligus mencari penginapan.
Menurut beberapa sumber informasi yang saya baca bahwa di Malioboro terdapat
banyak penginapan dengan harga yang cukup miring.
Ojek
online yang saya gunakan pun melaju menuju Malioboro, mungkin sekitar 20
menitan, baru kami tiba di kawasan Malioboro. Suasana sangat ramai, banyak
wisatawan yang didominasi wisatawan domestik yang memadatai Jalan Malioboro,
entah itu berfoto di tulisan Jl. Malioboro sebagai bukti sudah datang di Yogyakarta,
menyantap makan malam di angkriangan, menawar oleh-oleh yang di jual, dan lain
sebagainya. Saya tidak sempat melakukan itu semua, saya fokus untuk mencari
penginapan. Dikarenakan jalan yang padat, sehingga ojek online yang saya
gunakan tidak mengantarkan saya ke penginapan.
Jl. Malioboro yang ramai
Penginapan
yang saya pilih dan akan saya cari adalah The Munajat Backpackers yang letaknya
tak jauh dari Malioboro, tepatnya di Jl. Malioboro No. 26, Sosrokusuman, Gedong
Tengen. Berbekal google map saya mencari. Saya kira akan mudah menemukan penginapan
tersebut, ternyata saya keliru, beberapa kali saya berputar dan mencari,
bertanya ke orang, namun tak menemukan juga. Akhirnya seorang bapak yang saya tanya
menunjukkan jalan. Namun sayangnya, nasib tidak berpihak kepada saya, ketika
sampai di depan The Munajat Backpackers, sebuah tulisan “FULL” tergantung di
pintu. Saya pun mencari penginapan yang lainnya, dikarenakan saya sudah capek
dan malam, jadi saya malas mensurvey penginapan yang lain. Maka pilihan saya
adalah Home 24 yang terletak di Jl. Suryatmajan No. 24. Harga peningapannya
sekitar Rp. 185.000/malam, jadilah saya menginap di sini selama 3 malam. Saya
pun beristirahat mengembalikan energi untuk berpetualang di Yogyakarta.
Jl. Suryatmajan
Pagi
harinya, tujuan saya yang pertama adalah Candi Borobudur. Untuk menuju candi
ini, saya menaiki trans Jogja dari halte Malioboro menuju terminal Jombor. Dari
halte Malioboro, harus transit sekali (lupa nama halte.x). Harga sekali naik
trans Jogja Rp. 3.500. Sampai di terminal Jombor, sudah ada bus yang menunggu
untuk membawa penumpang maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke Candi
Malioboro, biaya bus dari terminal menuju candi sebesar Rp. 25.000. Tidak ada
jadwal keberangkatan dari terminal menuju candi, jika penumpang sudah full,
maka bus akan berangkat, itu pun selama perjalanan masih bisa naikin penumpang.
Perjalanan
dari Terminal Jombor menuju Borobudur sekitar 1 jam lebih. Itu pun turunnya bukan
di depan candi, tetapi di Terminal Borobudur sebagai terminal terakhir menuju
Borobudur. Dari terminal tersebut sebenarnya bisa jalan kaki. Tetapi saya
memilih untuk naik becak (Rp. 10.000) bersama teman baru saya, seorang bule
yang saya kenal di bus saat perjalanan dari Terminal Jombor. Kami pun tiba di
kompleks Candi Borobudur, langsung membeli tiket. Harga tiket untuk wisatawan domestik
Rp. 30.000 dan untuk wisatawan asing sekitar Rp. 150.000. Loket tiket antar
wisatawan domestik dan asing pun terpisah.
Teman baru
Memasuki
kawasan wisata, terlihat banyak wisatawan yang berkunjung berhubung hari libur.
Kebiasaan ketika mau masuk ke Candi Borobudur adalah setiap pengunjung harus
mengenakan kain batik di pinggang, baik yang celana pendek maupun panjang.
Namun saat saya berkunjung, saya maupun beberapa wisatawan tidak diberikan kain
batik hanya beberapa yang diberikan. Mungkin karena wisatawan yang berkunjung
banyak jadi stok kainnya habis, sehingga diutamakan yang memakai celana pendek
saja.
Candi Borobudur dari kejauhan
Borobudur ramai
Saya masih
bertemu teman baru saya tadi. Kami mengelilingi Candi Borobudur, mengambil
gambar saling bergantian dan berfoto bersama. Setelah puas, teman saya kembali
ke penginapan karena akan berangkat ke Jakarta, sedang saya masih berkeliling
di dalam kompleks Candi Borobudur.
Borobudur
Relief di Candi Borobudur
Museum
Kapal Samudrarkasa, salah satu tempat yang saya kunjungi di dalam kompleks
candi. Tidak ada pungutan tiket masuk ke dalam museum ini. Di dalam museum ini
terdapat berbagai macam koleksi yang di pamerkan, seperti sebuah kapal besar di
tengah-tengah museum, lukisan perahu prasejarah di batu, gambar pejalanan kapal
Samudraraksa dan koleksi peralatan-peralatan di kapal Samudrakarsa.
Kapal Samudraraksa
Selanjutnya
mengunjungi Galeri Unik dan Seni yang masih di dalam kompleks Candi Borobudur. Tiket
masuk sebesar Rp. 5.000/orang. Sesuai dengan namanya koleksi dari galeri ini
terbilang unik-unik dan pastinya memiliki nilai seni yang tinggi, seperti miniatur
patung Buddha terkecil, berbagai foto unik, jubah terbesar dan masih banyak
lagi. Selain itu, dalam galeri ini terdapat mini bioskop yang menayangkan
gunung meletus.
Galeri Unik dan Seni
Patung Buddha terkecil (unik dan bernilai seni tinggi)
Museum
Karmawibhangga Borobudur menjadi tujuan saya selanjutnya. Museum ini menyimpan
sejarah Candi Borobudur. Di tengah museum ini, kita akan di sambut dengan
bangunan (mungkin bisa disebut pendopo) yang memamerkan berbagai alat musik, di
sekitarnya tergeletak di tanah dengan rapi berjejeran batu penyusun Candi
Borobudur. Memasuki gedung museum, berbagai koleksi ditampilkan, seperti
relief-relief, gambar-gambar relief, bahan-bahan yang digunakan untuk
pengawetan candi dan sebagainya.
Batu penyusun candi
Bahan pengawet candi
Setelah
puas berkeliling di sekitar kompleks Candi Borobudur, saya pun kembali. Tak
lupa saya makan siang dengan menu nasi gudeg dan membeli ole-ole.
Gudeg
Banyak
pedagang makanan dan ole-ole yang menawarkan dagangan mereka. Tinggal memilih
yang mana dan menawar berapa. Saya memutuskan untuk jalan kaki menuju ke
Terminal Borobudur dikarenakan jaraknya yang cukup dekat, masih kuat untuk
jalan kaki. Setelah dari Candi Borobudur, saya pun berencana ke Candi
Prambanan, sudah janjian dengan teman. Saya berangkat dari Terminal Borobudur
menuju Terminal Jombor dan naik Trans Jogja menuju Candi Prambanan.
Penjual oleh-oleh
Penjual makanan
Jalan
macet, bus Trans Jogja yang menuju Candi Prambanan tidak terlalu banyak
ditambah hari menjelang sore. Sehingga saya dan teman membatalkan berkunjung ke
Candi Prambanan, besok masih bisa. Saya kembali ke Malioboro masih menggunakan
Trans Jogja, sampai di sana hari sudah malam.
Kompleks Candi Borobudur
Kembali
ke penginapan, bersih-bersih dan ke luar menikmati malamnya Jalan Malioboro. Puas,
saya kembali ke penginapan. Beristirahat.
Kompleks Candi Borobudur
0 Comments