Backpackeran di Yogyakarta (Part 1)



Perjalanan dari Semarang menuju Yogyakarta menggunakan Semarjoglo terbilang cukup lama. Selama perjalanan saya kebanyakan tidur dibanding menikmati dan melihat pemandangan sekitar. Mungkin karena sedikit rasa lelah selama berjalan-jalan di Semarang. Jalanan sedikit macet dikarenakan hari ini liburan panjang sehingga orang-orang memilih untuk liburan dan Yogyakartalah pilihan kebanyakan orang, termasuk saya setelah Semarang.
Jalan Malioboro, Yogyakarta

Bus Semarjoglo yang mengantar kami tiba di perwakilan Yogyakarta malam hari, entah jam berapa saya lupa. Saya beristirahat sejenak dan bertanya kepada pegawai bus, masih ada Trans Jogja jam segini. Dia menjawab sudah tidak ada. Ada ojek yang menawarkan diri, namun harganya lumayan mahal, saya pun mengurungkan diri. Untungnya saya punya aplikasi ojek online, sehingga ini menjadi pilihan saya dan harganya pun lebih murah di banding ojek. Saya pun menuju pusat Kota Yogyakarta, Malioboro. Malioboro menjadi tujuan saya yang pertama sekaligus mencari penginapan. Menurut beberapa sumber informasi yang saya baca bahwa di Malioboro terdapat banyak penginapan dengan harga yang cukup miring.

Ojek online yang saya gunakan pun melaju menuju Malioboro, mungkin sekitar 20 menitan, baru kami tiba di kawasan Malioboro. Suasana sangat ramai, banyak wisatawan yang didominasi wisatawan domestik yang memadatai Jalan Malioboro, entah itu berfoto di tulisan Jl. Malioboro sebagai bukti sudah datang di Yogyakarta, menyantap makan malam di angkriangan, menawar oleh-oleh yang di jual, dan lain sebagainya. Saya tidak sempat melakukan itu semua, saya fokus untuk mencari penginapan. Dikarenakan jalan yang padat, sehingga ojek online yang saya gunakan tidak mengantarkan saya ke penginapan.
Jl. Malioboro yang ramai


Penginapan yang saya pilih dan akan saya cari adalah The Munajat Backpackers yang letaknya tak jauh dari Malioboro, tepatnya di Jl. Malioboro No. 26, Sosrokusuman, Gedong Tengen. Berbekal google map saya mencari. Saya kira akan mudah menemukan penginapan tersebut, ternyata saya keliru, beberapa kali saya berputar dan mencari, bertanya ke orang, namun tak menemukan juga. Akhirnya seorang bapak yang saya tanya menunjukkan jalan. Namun sayangnya, nasib tidak berpihak kepada saya, ketika sampai di depan The Munajat Backpackers, sebuah tulisan “FULL” tergantung di pintu. Saya pun mencari penginapan yang lainnya, dikarenakan saya sudah capek dan malam, jadi saya malas mensurvey penginapan yang lain. Maka pilihan saya adalah Home 24 yang terletak di Jl. Suryatmajan No. 24. Harga peningapannya sekitar Rp. 185.000/malam, jadilah saya menginap di sini selama 3 malam. Saya pun beristirahat mengembalikan energi untuk berpetualang di Yogyakarta.
Jl. Suryatmajan

Pagi harinya, tujuan saya yang pertama adalah Candi Borobudur. Untuk menuju candi ini, saya menaiki trans Jogja dari halte Malioboro menuju terminal Jombor. Dari halte Malioboro, harus transit sekali (lupa nama halte.x). Harga sekali naik trans Jogja Rp. 3.500. Sampai di terminal Jombor, sudah ada bus yang menunggu untuk membawa penumpang maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke Candi Malioboro, biaya bus dari terminal menuju candi sebesar Rp. 25.000. Tidak ada jadwal keberangkatan dari terminal menuju candi, jika penumpang sudah full, maka bus akan berangkat, itu pun selama perjalanan masih bisa naikin penumpang.

Perjalanan dari Terminal Jombor menuju Borobudur sekitar 1 jam lebih. Itu pun turunnya bukan di depan candi, tetapi di Terminal Borobudur sebagai terminal terakhir menuju Borobudur. Dari terminal tersebut sebenarnya bisa jalan kaki. Tetapi saya memilih untuk naik becak (Rp. 10.000) bersama teman baru saya, seorang bule yang saya kenal di bus saat perjalanan dari Terminal Jombor. Kami pun tiba di kompleks Candi Borobudur, langsung membeli tiket. Harga tiket untuk wisatawan domestik Rp. 30.000 dan untuk wisatawan asing sekitar Rp. 150.000. Loket tiket antar wisatawan domestik dan asing pun terpisah.
Teman baru

Memasuki kawasan wisata, terlihat banyak wisatawan yang berkunjung berhubung hari libur. Kebiasaan ketika mau masuk ke Candi Borobudur adalah setiap pengunjung harus mengenakan kain batik di pinggang, baik yang celana pendek maupun panjang. Namun saat saya berkunjung, saya maupun beberapa wisatawan tidak diberikan kain batik hanya beberapa yang diberikan. Mungkin karena wisatawan yang berkunjung banyak jadi stok kainnya habis, sehingga diutamakan yang memakai celana pendek saja. 
Candi Borobudur dari kejauhan

Borobudur ramai

Saya masih bertemu teman baru saya tadi. Kami mengelilingi Candi Borobudur, mengambil gambar saling bergantian dan berfoto bersama. Setelah puas, teman saya kembali ke penginapan karena akan berangkat ke Jakarta, sedang saya masih berkeliling di dalam kompleks Candi Borobudur.
Borobudur

Relief di Candi Borobudur

Museum Kapal Samudrarkasa, salah satu tempat yang saya kunjungi di dalam kompleks candi. Tidak ada pungutan tiket masuk ke dalam museum ini. Di dalam museum ini terdapat berbagai macam koleksi yang di pamerkan, seperti sebuah kapal besar di tengah-tengah museum, lukisan perahu prasejarah di batu, gambar pejalanan kapal Samudraraksa dan koleksi peralatan-peralatan di kapal Samudrakarsa.
Kapal Samudraraksa

Selanjutnya mengunjungi Galeri Unik dan Seni yang masih di dalam kompleks Candi Borobudur. Tiket masuk sebesar Rp. 5.000/orang. Sesuai dengan namanya koleksi dari galeri ini terbilang unik-unik dan pastinya memiliki nilai seni yang tinggi, seperti miniatur patung Buddha terkecil, berbagai foto unik, jubah terbesar dan masih banyak lagi. Selain itu, dalam galeri ini terdapat mini bioskop yang menayangkan gunung meletus.
Galeri Unik dan Seni

Patung Buddha terkecil (unik dan bernilai seni tinggi)

Museum Karmawibhangga Borobudur menjadi tujuan saya selanjutnya. Museum ini menyimpan sejarah Candi Borobudur. Di tengah museum ini, kita akan di sambut dengan bangunan (mungkin bisa disebut pendopo) yang memamerkan berbagai alat musik, di sekitarnya tergeletak di tanah dengan rapi berjejeran batu penyusun Candi Borobudur. Memasuki gedung museum, berbagai koleksi ditampilkan, seperti relief-relief, gambar-gambar relief, bahan-bahan yang digunakan untuk pengawetan candi dan sebagainya.
Batu penyusun candi


Bahan pengawet candi

Setelah puas berkeliling di sekitar kompleks Candi Borobudur, saya pun kembali. Tak lupa saya makan siang dengan menu nasi gudeg dan membeli ole-ole.
Gudeg


Banyak pedagang makanan dan ole-ole yang menawarkan dagangan mereka. Tinggal memilih yang mana dan menawar berapa. Saya memutuskan untuk jalan kaki menuju ke Terminal Borobudur dikarenakan jaraknya yang cukup dekat, masih kuat untuk jalan kaki. Setelah dari Candi Borobudur, saya pun berencana ke Candi Prambanan, sudah janjian dengan teman. Saya berangkat dari Terminal Borobudur menuju Terminal Jombor dan naik Trans Jogja menuju Candi Prambanan.
Penjual oleh-oleh


Penjual makanan

Jalan macet, bus Trans Jogja yang menuju Candi Prambanan tidak terlalu banyak ditambah hari menjelang sore. Sehingga saya dan teman membatalkan berkunjung ke Candi Prambanan, besok masih bisa. Saya kembali ke Malioboro masih menggunakan Trans Jogja, sampai di sana hari sudah malam.
Kompleks Candi Borobudur

Kembali ke penginapan, bersih-bersih dan ke luar menikmati malamnya Jalan Malioboro. Puas, saya kembali ke penginapan. Beristirahat. 
Kompleks Candi Borobudur

Post a Comment

0 Comments