Kawasan
konservasi perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan
sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya
secara berkelanjutan. Salah satu jenis kawasan konservasi adalah Taman Nasional
Perairan (TNP), menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor PER.02/MEN/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan menjelaskan bahwa TNP merupakan kawasan konservasi perairan yang mempunyai
ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian,ilmu pengetahuan,
pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yangberkelanjutan, wisata
perairan, dan rekreasi. Kawasan konservasi perairan yang merupakan Taman
Nasional Perairan adalah Laut Sawu yang mencakup 10 kabupaten di Provinsi Nusa
Tenggara Timur. Hal ini didukung dengan adanya Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan RI No. 6/KEPMEN-KP/2014 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman
Nasional Perairan Laut Sawu dan Sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2014 – 2034.
Rencana Pengelolaan dan Zonasi TNP Laut Sawu (Sumber Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 6/KEPMEN-KP/2014)
Taman
Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu merupakan salah satu kawasan konservasi
perairan di bawah pengelolaan Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
(BKKPN) Kupang sebagai unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu hal yang
melatarbelakangi ditetapkannya sebagian Laut Sawu sebagai kawasan konservasi
perairan dikarenakan perairan Laut Sawu merupakan lokasi migrasi setasea atau
mamalia laut, baik paus maupun lumba-lumba.
Hal
ini menjadi daya tarik tersendiri dan bisa saja dikembangkan menjadi salah satu
icon wisata di NTT khususnya di Laut Sawu dengan mempertimbangan berbagai hal,
mulai dari aspek sumber daya, lingkungan, masyarakat dan daya dukung
pariwisata. Wisata melihat mamalia laut merupakan wisata yang banyak diminati
oleh para wisatawan terlebih wisatawan luar negeri.
Kesempatan
untuk melihat paus dan lumba-lumba lebih dekat kembali saya dapatkan. Berawal
dari seorang peneliti yang akan meneliti kenampakan mamalia laut di TNP Laut
Sawu, saya pun di ajak untuk ikut serta.
Perjalanan
dimulai dari Pelabuhan Oeba menuju Pulau Batek (salah satu pulau terluar Indonesia
yang berbatasan dengan Timor Leste), kemudian menuju Pulau Rote, Kabupaten TTS
dan kembali ke Pelabuhan Oeba, dari tanggal 6 – 11 April 2016.
06 April 2016
Berangkat
dari Pelabuhan Oeba pada malam hari dan langsung menuju ke arah Pulau Batek.
07 April 2016
Pagi
hari dalam perjalanan menuju Pulau Batek sekitar pukul 06.30, kami disambut
sekelompok lumba-lumba berjumlah 6 ekor. Kapal dihentikan sejenak untuk
mengambil gambar dan data. Gerombolan lumba-lumba tersebut menghindari kapal
kami kemungkinan mereka merasa terganggu.
Lumba-lumba
Selanjutnya sekitar pukul 07.10, 3
ekor paus terlihat dari kapal kami, paus tersebut tidak bergerak sehingga
tampak seperti bongkahan kayu yang mengapung di permukaan laut. Tak berselang
berapa menit, kami kembali disuguhkan kenampakan lumba-lumba pada pukul 07.25
dan 07.46 dengan jumlah yang lebih banyak sekitar 60 dan 13 ekor dengan atraksi
melompat ke udara dan tingkah laku melompat tinggi ke udara dan berenang mencari
makan.
Paus di TNP Laut Sawu
Pada pukul 08.00, kami kembali melihat 6 ekor paus yang mengapung di
permukaan. Sekitar 30 menit kemudian, kami bertemu lumba-lumba sebanyak 60 ekor
dengan atraksi melompat tinggi ke udara dan berenang mencari makan. Pukul 09.23,
seekor paus kami lihat dikejauhan seperti bongkahan kayu yang mengapung di
permukaan air laut.
Ekor Paus
Sekitar
pukul 11.58 tampak di kejauhan Pulau Batek, pulau yang menjulang tinggi dengan
permukaan (tumbuhan) yang tampak dominan hijau. Berbeda saat pertama kali
menginjakkan kaki di pulau ini, permukaan terlihat berwarna cokelat karena
musim kemarau. Di sekitar pulau ini, kami tidak melihat setasea sama sekali. Ada
harapan untuk berhenti sejenak dan bisa menginjakkan kaki kembali di pulau ini,
tetapi karena kondisi yang tidak memungkinkan ditambah susahnya kapal bersandar
sehingga kami pun melanjutkan perjalanan
Pulau Batek
Kami pun
beristirahat sejenak dan makan siang. Baru pada sore hari pukul 15.42 dan
15.50, terlihat paus berjumlah 6 dan 2 ekor yang mengapung di permukaan. Itulah
kenampakan setasea yang terlihat hari ini. Kami mencari tempat untuk
menyandarkan kapal dan berisitirahat.
Paus
08 April 2016
Bangun
dan bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan melihat kenampakan setasea di TNP
Laut Sawu. Kami disambut mentari pagi yang indah di pagi hari ini dalam
perjalanan.
Sunrise
Di
hari ini, selama perjalanan kami hanya bertemu lumba-lumba sebanyak 6 kali pada
pukul 06.25, 07.19, 09.30, 10.02, 12.46 dan 14.23 dengan jumlah antara 6 – 100 ekor,
tingkah laku yang mereka lakukan ada yang berenang bermigrasi mencari mangsa, ada
yang melompat tinggi ke udara, dan ada yang sedang mencari makan.
Selain
itu, seekor burung terbang disekitaran kapal kami, mendekat dan hinggap di
haluan kapal.
Sunrise
Dalam perjalanan,
kami menemukan sebuah rumpon. Ini kami manfaatkan untuk memancing karena kru
kapal mengatakan bahwa jika ada rumpon setidaknya ada ikan ditambah burung laut
beterbangan disekitar rumpon tersebut. Benar adanya, alhasil kami mendapatkan
beberapa ekor ikan tuna sirip kuning (yellow fin) sebagai lauk.
09 April 2016
Seharian
ini dari pagi hingga sore hari, kami tidak pernah melihat kenampakan paus. Tak
terasa, kami sudah memasuki perairan Pulau Rote. Perairan yang di kenal dengan
arus dan gelombang yang besar karena merupakan salah satu pulau terluar Indonesia.
Kami di sambut dengan hujan yang lebat dan angin yang kencang. Tapi syukur kami
dapat melaluinya.
Terlihat
daratan paling selatan Indonesia, Pulau Rote. Terlihat dikejauhan sebuah menara
pandang dan rumah jaga sera mess milik TNI yang menjaga daerah terluar Indonesia
ini.
Kapal
bergerak pelan menuju tempat kami berisitrahat untuk tidur. Di depan sebuah
pulau yang unik, pulau yang tersusun dari bebatuan menjulang tinggi.
10 April 2016
Kami
disambut terpaan sinar matahari pagi, melihat pemandangan dan warna langit yang
mempesona mata.
Tak
satu pun setasea yang tampak seharian ini.
Kami
hanya disuguhkan gelombang tinggi yang mengombang-ambingkan kapal kami di
tengah lautan setelah meninggalkan Pulau Rote menuju Kabupaten Timor Tengah
Selatan. Lautan terbuka tanpa adanya pelindung membuat ombak tinggi ditambah
laangsung berhadapan dengan samudra hindia. Tak ayal-ayal hal ini membuat saya
mabuk laut, mual dan muntah tapi tak merasa pusing.
Hal
ini pulalah yang mengakhiri perjalanan kami karena berbagai pertimbangan. Sehingga
kami harus berputar haluan kembali ke Kupang tepatnya di Pelabuhan Oeba.
Sebuah
perjalanan yang luar biasa, hidup di lautan dan tidur di atas kapal, mandi
seadanya. Walaupun di akhir perjalanan saya mabuk tetapi ini menjadi perjalanan
yang seru melihat aus dan lumba-lumba dari dekat. Salah satu keunggulan dari
TNP Laut Sawu yang dapat dikembangkan dengan berbagai pertimbangan yang telah
saya sebutkan di atas.
Semoga
waktu berikutnya bisa menikmati perjalanan ini lagi…
0 Comments