Biak Numfor
salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Papua, walaupun tidak
sedaratan dengan Papua. Biak merupakan daratan tersendiri yang terletak di
sebelah utara Pulau Papua. Perjalanan
pertama saya ke Biak Numfor pun dimulai, berangkat dari
Kupang-Makassar-Biak. Berangkat dari Kupang pukul 16.05 menggunakan Kalstar tiba di Makassar
(transit) pukul 17.20 dan akan melanjutkan perjalanan ke Biak sekitar pukul
01.15 dini hari. Transit
di Makassar, saya sempatkan untuk menunjungi sanak saudara dan
teman yang berdomisili di Makassar.
Berangkat menggunakan maskapai Garuda Indonesia dari
Bandara Sultan Hasanuddin, Makassar menuju Bandara Frans Kaiseipo, Biak. Saat sedang antri untuk masuk ke dalam
pesawat, Ibu Risma selaku Walikota Surabaya juga mengantri bersama kami. Saya
salut dengan beliau rela mengantri subuh bersama dengan penumpang lainnya tanpa
pengawalan yang ketat dan
tanpa pelayanan yang special bahkan beliau tidak duduk di kelas bisnis tetapi duduk di
kelas ekonomi. Sayangnya saya tidak sempat mengabadikan moment ini....
Pukul 05.10 tiba di Bandara Frans Kaiseipo, Biak (sekedar
informasi bahwa rombongan Ibu Risma meneruskan perjalanan ke Jayapura). Bandara
terlihat sepi, hanya pesawat yang kami gunakan yang landing di bandara.
Selanjutnya menuju hotel menggunakan angkot dengan posisi duduknya tidak
berhadapan.
Pagi harinya, mengunjungi Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) Biak Numfor dan melanjutkan pertemuan dengan BAPPEDA Kab. Biak Numfor.
Beberapa hal yang dibahas yang pastinya terkait kegiatan di Kab. Biak Numfor
secara khusus di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Padaido.
Saya akan menjelaskan sedikit bagaimana terbentuknya TWP Kepulauan Padaido berdasarkan apa yang saya baca dari beberapa sumber. TWP Padaido pada awalnya bernama Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Padaido Biak berdasarkan SK No. 91/Kpts-VI/1997 tanggal 13 Februari 1997 oleh Kementerian Kehutanan dan Perkebunan RI. Penetapan baru pada tahun 2009 berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KEP.68/MEN/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Padaido dan laut sekitarnya di Provinsi Papua dengan luas kawasan 183.000 hektar. Selanjutnya pada tahun 2014 pengelolaan TWP Padaido diputuskan dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 62/KEPMEN-KP/2015 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Taman Wisata Perairan Kepulauan Padaido dan Laut Sekitarnya di Provinsi Papua Tahun 2014-2034.
Sore hari setelah kunjungan, kami menuju pantai dimana
tempat berlabuhnya kapal pengelola TWP Kepulauan Padaido sekaligus melihat
tempat penyeberangan menuju Kepulauan Padaido yang akan kami kunjungi esok
hari.
Berangkat menggunakan kapal kecil menuju Taman Wisata
Perairan Kepulauan Padaido
pada pagi hari. Deretan pulau kecil kami lewati, air yang jernih memperlihatkan dasar
laut berpasir putih. Beberapa nelayan dan masyarakat berpapasan dengan kami di tengah laut,
mereka menuju daratan utama Biak untuk menjual hasil yang mereka dapatkan. Karena pada saat kami berangkat
merupakan hari pasar di Pasar Bosnik. Perlu diketahui bahwa Pasar Bosnik
merupakan pasar yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kepulauan Padaido
untuk menjual hasil laut maupun hasil darat mereka.
Pulau
Wundi adalah pulau yang kami kunjungi, termasuk ke dalam Distrik Padaido
(Padaido Bawah). Sebelum memasuki pulau ini, hamparan padang lamun yang luas terlihat
di sekitar pantai. Font Box bertuliskan “TWP PADAIDO” berdiri kokoh di atas
hamparan pantai berpasir putih Pulau Wundi menyambut kedatangan kami.
Karena
ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Kepulauan Padaido, maka saya
melakukan sebuah tradisi. Dimana, saya mengambil pasir dan mengusapkan di dahi
saya. Mungkin kita berpikir ini adalah hal sepele, tetapi setidaknya kita menghargai
tradisi yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.
Pulau
Wundi sebagai salah satu pulau tujuan wisata, maka di pulau ini terdapat sebuah
cottage yang dikelola oleh salah seorang penduduk (Om Erick). Tersedia fasilitas,
seperti kamar tidur, lopo-lopo, papan spot dive di Kepulauan Padaido, peralatan
selam, dan sebagainya yang dapat disewa oleh para wisatawan.
Sehabis
dari Pulau Wundi, kami menuju salah satu
spot dive terpopuler di Pulau Wundi, yaitu Gua Bawah Laut. Sayangnya, kami tidak
bisa merasakan sensasi dive bahkan berenang di sekitar mulut gua (semoga lain
kali bisa).
Menuju
Keramba Jaring Apung yang terdapat di Pulau Auki. Permasalahannya di dalam keramba
tersebut bukannya ikan yang dibudidaya, tetapi ada beberapa ekor penyu yang
katanya sudah sejak kecil dipelihara dan nantinya ketika besar akan dilepaskan.
Melihat kondisi tersebut, kami mengujungi Kepala Kampung Kanai untuk
menginformasikan kepada masyarakat untuk segera melepas penyu tersebut. Setelah
itu, kami kembali ke Biak.
Penyu di dalam keramba
Esok
pagi, pun kembali ke Kupang dengan rute penerbangan yang sedikit lebih
panjang. Biak – Makassar – Jakarta – Surabaya – Kupang.
Inilah perjalanan singkat saya di Biak. Ingin rasanya lebih lama untuk merasakan atmosfir Biak dan mengunjungi tempat-tempat yang patut untuk dikunjungi (waktu berikutnya pasti).
Beberapa foto yang sempat saya ambil...
Back to Kupang
Inilah perjalanan singkat saya di Biak. Ingin rasanya lebih lama untuk merasakan atmosfir Biak dan mengunjungi tempat-tempat yang patut untuk dikunjungi (waktu berikutnya pasti).
Beberapa foto yang sempat saya ambil...
Font box TWP Padaido
Deretan pulau kecil di Kep. Padaido
Airnya jernih
Pulau Wundi
Padang Lamun di Pulau Wundi
Anak-anak di Pulau Wundi
Perumahan warga di Pulau Auki
Masyarakat menuju daratan utama Biak
Pantai di Pulau Wundi
Keramba Jaring Apung di Pulau Auki
Salah satu sudut jalan di Biak
0 Comments