Salah Satu Sudut, Air Terjun Sripori
Biak yang
terletak di Papua tak kalah dengan daerah lain di Indonesia. Banyak tempat yang
memiliki keindahan yang patut untuk dikunjungi. Terlebih kebanyakan tempat
tersebut masih jauh dari jangkauan orang sehingga kealamiannya masih terjaga. Perjalanan
untuk menelusuri setiap destinasi wisata di Biak kembali berlanjut. Saya
bersama dengan teman-teman yang besar di Biak dan pastinya suka berpetualang,
mengunjungi tempat-tempat yang bisa memanjakan mata dan menyejukkan jiwa (sok pujangga). Kali ini kami akan
menelusuri Air Terjun Sripori.
Dalam Bahasa
Biak Srip artinya tebing tinggi. Air Terjun Sripori terletak di Kampung Sor,
Distrik Yaosi. Perjalanan dari Kota Biak menuju Biak Utara dengan waktu tempuh
sekitar 1 jam-an. Tidak perlu khawatir untuk mencapai tempat ini karena jalanan
sudah beraspal dan tergolong bagus. Untuk menemukannya cukup mudah. Saat memasuki
Kampung Sor disebelah kanan jalan ada Sekolah Dasar (lupa nama SDnya), samping kanan SD tersebut ada lorong kecil,
itulah jalanan menuju Air Terjun Sripori. Kendaraan masih bisa masuk sampai di
tempat prakir, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Saat kami
berangkat karena tak seorang pun yang tau tempat dan belum pernah datang ke
sini, maka masih bertanya kesana kemari untuk bisa menemukan. Untungnya saat
kami berangkat hari sekolah dan saat kami tiba para murid sudah pulang. Jadi
beberapa anak-anak dapat mengantar kami ke air terjun, bisa dikata menjadi tour guide. Dari tempat memarkir
kendaraan, kami melanjutkan dengan berjalan kaki menelusuri hutan dan
menyeberangi sungai. Air dari air terjun ini pun menopang kehidupan masyarakat
sekitar, dijadikan sebagai sumber mata air untuk di minum, mencuci dan
sebagainya.
Junior Tour Quide
Menyeberangi Sungai
Menelusuri Hutan
Perjalanan
dengan berjalan kaki sedikit terhambat karena melewati sungai dengan batuan
yang licin, menerobos hutan. Sekitar 10 menit, kami sudah sampai di kawasan air
terjun. Beberapa anak-anak yang mengantarkan kami menceburkan diri ke dalam
kolam yang terbentuk secara alami.
Anak-anak yang Menceburkan Diri
Sayangnya saat
kami mengunjungi Air Terjun Sripori, bukan musim penghujan sehingga air tidak
begitu banyak dan deras. Tetapi tidak menyurutkan semangat kami untuk tetap
menelusuri air terjun ini. Kami melanjukan perjalanan untuk mencapai air terjun
yang berada di puncak. Mendaki bebatuan yang licin, menyeberangi sungai,
menjejaki jembatan dari kayu yang tumbang. Untuk memudahkan para pengujung
mendaki, masyarakat sekitar membuat tangga-tangga
Harus mendaki
Mirisnya saat
mendaki bebatuan, saya sempat melihat beberapa tulisan yang sengaja diukir di
atas batu oleh para pengunjung yang
telah datang. Mungkin sebagai bukti dan di tahu orang lain kalau mereka sudah
pernah datang kesini. Sayangkan itu bisa mengurangi nilai estetika, walau pun
di atas benda mati.
Ukiran di Batu
Sampailah kami
di puncak air terun, kembali disambut dengan air yang tidak begitu banyak.
Tetapi tetap disyukuri, bagaimana kalau pas kami datang airnya tidak ada,
mendingan ada walaupun tak banyak (hehehehehehe).
Tak ketinggalan
kamera pun mulai beraksi, kamera ponsel dan dslr. Berbagai pose pun tampak,
selfie, pake kacamatan dan sebagainya. Berendam di dalam kolam kecil, berdiri
di bawah air terjun sehingga air yang jatuh kena kepala dan badan. Inilah yang
kami lakukan saat berada di air terjun ini.
Take a Picture
Berfoto bersama
anak-anak yang mengantar
Take Picture with Them
Melihat tingkah
laku mereka mencari udang kecil yang berada di genangan air
Cari Udang
Walaupun belum puas. Karena kami harus melanjutkan
perjalanan ke destinasi berikutnya, takutnya waktu tidak cukup, kami pun kembali.
Oh iya… Sekedar
informasi air terjun ini belum terjamah, belum dikelola dengan baik oleh
pemerintah. Terbukti tak ada satu pun fasilitas yang tersedia, seperti papan
nama, tempat sampah, toilet dan jalanan pun masih jelek. Alangkah baiknya jika
mendapat perhatian dari pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata ini.
Tetapi saat Air Terjun Sripori sudah blooming di kalangan masyarakat Biak, kami
berharap untuk tetap menjaga kelestarian dengan tidak merusak tumbuhan, tidak
meninggalkan sampah, tidak mencoret atau mengukir batu-batu atau apapun itu
yang bisa merusak estetika air terjun ini. Itulah ketakutan teman-teman (Kak
Icha, Kak Cristen, Kaka Pay, Kak Joseph dan kakak-kakak lainnya) yang
bersama-sama dengan saya mengunjungi tempat ini.
Kekhawatiran dan
keprihatinan kami, saat suatu destinasi wisata sudah blooming dan banyak
menarik minat wisatawan di Biak. Perlahan-lahan destinasi tersebut akan
mengalami kerusakan karena beberapa pengunjung yang tidak bertanggung jawab, seperti
yang terjadi di Telaga Binsiu . Awalnya terlihat bagus, pohon-pohon tumbuh di
dalam telaga, tetapi setelah blooming, apa yang terjadi ??? Pohon-pohon
tersebut patah dan tumbang karena dipanjat oleh penunjung. Mereka datang untuk
mendapat foto yang keren sebagai bukti sudah berkunjung, upload di berbagai
sosial media, mendapat like dan komentar yang banyak padahal ujung-ujungnya
merusak. Itu bukan wisatawan sejati hanya wisatawan abal-abal.
Harapan kami hal
ini tidak terjadi di tempat destinasi wisata yang lain, Telaga Binsiu menjadi
pelajaran untuk kita, bukan menjadi awal kehancuran destinasi wisata di Biak.
Mari tetap menjaga kelestarian alam, kelestarian destinasi wisata yang ada di
Biak sebagai ciptaan Sang Pencipta.
Saya teringat
akan tulisan yang berisi tentang “Kode Etik Petualang” dari Pesona Indonesia :
“Jangan Ambil Apapun Kecuali Gambar, Jangan Tinggalkan
Apapun Kecuali Jejak, Jangan Bunuh Apapun Kecuali Waktu”
“Nikmati Keindahannya, Jaga Kelestariannya, Jadilah
Wisatawan Yang Bertanggung Jawab”
Semoga ini
menjadi pegangan kita saat berkunjung ke setiap destinasi wisata sebagai petualang
yang bertanggung jawab, menjadi wisatawan sejati.
6 Comments
Belum begitu terekspos ya Mas. Indah banget dan sueger airnya
ReplyDeleteIya mbak... Khawatir Klo sdh terekspos, takut.x jdi rusak... Nanti beberapa wisatawan yg dtg tidk brtnggung jawab... Datang dan merusak... Tapi mudah2an tdk terjadi...
DeleteSejuk suasananya, yang seperti ini harus dijaga baik2 agar tetap terawat dan makin mempesona :)
ReplyDeleteHarus... Tapi beberapa wisatawan kurang bertanggung jawab... Yg penting dtg dpt foto yg bagus upload dpt like & comment yg banyak walaupun dibalik utk mendapatkan jepretan merusak alam
DeleteDuh patahnya gara-gara dipanjatin? Kok sedih ya bacanya. Harusnya sadar diri sih. Harusnya kan kalo banyak pengunjung yang dateng berarti banyak yang merhatiin. Eh kok malah jadi banyak yang rusakin. :(
ReplyDeleteIya.. Patah gara2 di panjat... Itu lagi... Banyak yg dtg pasti karena bagus, tetapi bagus.x akan rusak kalo yg dtg wisatawan yg tdk bertanggung jawab. Bukan petualang sejati... 😢😤😣
Delete