Siapa yang pernah mendengar kata Waerebo ??? Siapa yang
ingin dan sudah pernah ke Waerebo ???
Apa saja yang didapatkan ketika berkunjung ke Waerebo ??? Mengapa orang ingin
ke Waerebo ??? Adakah cerita-cerita yang tersimpan dari history of Waerebo...
Inilah beberapa pertanyaan yang terlintas di benak saya ketika membaca mendengar
dan membaca beberapa tulisan tentang Waerebo. Sebuah tulisan mengungkapkan
bahwa “Waerebo lebih dulu dunia (red. luar
negeri) ketimbang di dalam negeri”.... Rasa penasaran
dan ingin tahu tentang dan petualangan menuju Waerebo muncul ketika membaca
cerita-cerita orang.... Ingin rasanya untuk bisa menikmati Waerebo secara
langsung....
Waerebo
Kesempatan pun saya dapatkan untuk menginjakkan kaki
secara langsung, merasakan nuansa dan melihat kehidupan masyarakat Waerebo...
Sekembalinya kami dari Pulau Nuca Molas, saya pun dengan penuh semangat dan keinginan
untuk mengunjungi Waerebo. Kedua teman saya kembali, saya hanya seorang diri
untuk melanjutkan perjalanan, dengan berbagai pertimbangan saya pun mengambil
keputusan untuk harus berpetualangan ke Waerebo..
Sebelum saya menulis mengenai perjalanan saya menuju Waerebo, terlebih dahulu saya akan berbagi pengetahuan dan informasi seputar apa yang Perlu di Ketahui Tentang Waerebo.
Sejarah, Alam, Rumah Khas dan Unik, Adat dan Ritual, dan masih banyak lagi.
Semua ini saya dapatkan dari cerita langsung dari salah seorang pemuda yang
bisa dibilang guide bagi para wisatawan yang berkunjung ke Waerebo dan membaca
buku tentang Waerebo yang disiapkan oleh pengelola di Waerebo... Ini dia hal
yang perlu diketahui tentang Waerebo.....
Buku Tentang Waerebo
Lokasi Waerebo
Waerebo merupakan kampung tradisional yang terletak di
Kampung Waerebo, Satar Lenda, Kabupaten Manggarai. Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Waerebo terletak di ketinggian 1.117 mdpl pada suatu teras landai di
lereng gunung dengan puncak tertinggi bernama Golo Ponto (1.782 mdpl) dan
Tongger Kina (1.511 mdpl).
Sejarah Waerebo
Nenek moyang dari Waerebo bernama Empo Maro yang berasal
dari Minangkabau, Sumatera. Bersama dengan beberapa kerabat mengarungi lautan
dan berlabuh di Labuan Bajo, Flores. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke
arah utara hingga tiba di suatu tempat bernama Waraloka. Empo Maro
berpindah-pindah dari satu kampung ke kampung lainnya mulai dari Waraloka menuju Nangapa’ang, kemudian bergeser ke
Todo, Popo, Liho, Modo, Golo Ponto, Ndara, Golo Pando, Golo Damu dan kemudian
menetap di Waerebo hingga beranak-cucu sampai sekarang.
Pariwisata di
Waerebo
Keindahan alam dan budaya yang dimiliki serta warganya
yang masih mempertahankannya sampai sekarang menjadi daya tarik wisatawan untuk
berkunjung ke Waerebo. Seorang
fotografer asal Jepang bernama Matsuda Shuikhi tercatat sebagai pengujung
pertama Waerebo, selanjutnya sejak Catherine Allerton, seorang antropolog asal
Inggris mempublikasikan hasil penelitiannya tentang Waerebo menjadikan awal
datangnya wisatawan. Hingga pada tanggal 27 Agustus 2012 badan PBB untuk
pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, menganugrahi Waerebo sebagai peraih Award of Excellence pada UNESCO Asia-Pasific Awards for Cultural
Heritage Conservation yang merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang
konservasi warisan budaya. Sampai sekarang wisatawan berbondong-bondong untuk
menikmati alam dan budaya Waerebo.
Alam Waerebo
Keanekaragaman
Hayati Waerebo
Survey keanekaragaman hayati pada tahun 2013, menemukan
42 jenis pohon penyusun ekosistem Waerebo. Pada ruas antara ketinggian 761 m
(Wae Lomba) dan 1.099 (Poco Roko), banyak dijumpai pohon-pohon Natu (Planchonella firma). Ketang (Planchonella obovata), Maras (Dysoxylum sp) dan Worok (Dysoxylum nutans). Sementara di
ketinggian 1.000 meter berdiri kokoh pohon Moak (Dacrycarpus imbricatus), Rukus (Adinandra
javanica) bersama pohon khas pegunungan seperti Kenti (Leptospermum flavescens). Sementara tanaman budidaya yang kadang di
jual seperti Jeruk, Pisang, Markisa, Labu, Terung Ubi Kayu, Ubi Jalar, dan
sebagainya. Keanekaragaman burung tercatat sebanyak 38 jenis burung, dimana 2
jenis diantaranya, yaitu Gagak Flores (Corvus
florensis) dan Celepuk Flores (Otus
alfredi) adalah spesies endemik Flores. Kicauan burung-burung ini menemani
perjalanan saat menuju maupun kembali dari Waerebo. Dari sisi kicauan burung
Nkiong (Pachycephala nudigula) dengan
suara yang merdu, lantang dan bervariasi. Terdapat pula Babi Hutan/Motang (Sus celebensis), Monyet Ekor
Panjang/Kode (Macaca fascicularis),
Musang/Kula (Paradoxurus hermaphroditus)
dan Landak/Rutung (Hystrix javanica).
Burung di Waerebo (Sumber : Buku Tentang Waerebo)
Arsitektur Rumah
Adat Waerebo
Waerebo masih mempertahankan bentuk rumah tradisional
Manggarai yang disebut Mbaru Niang. “Mbaru” berarti rumah dan “Niang” berarti
tinggi dan bulat. Mbaru Niang merupakan rumah berbentuk kerucut meruncing ke
arah atas sebagai lambang perlindungan dan persatuan antar warga Waerebo.
Lantai bangunan yang berbentuk lingkaran merupakan simbol keharmonisan dan
keadilan antar warga dan keluarga di dalam Mbaru Niang. Sejak didirikan oleh
leluhur mereka pada tahun 1920 dan mewariskan tujuh bangunan Mbaru Niang yang
masih tetap lestari meskipun tiga diantaranya sempat rusak, kemudian
direvitalisasi. Tujuh bangunan Mbaru Niang konon merupakan pencerminan
kepercayaan leluhur untuk menghormati tujuh arah puncak gunung di sekeliling
kampung yang dipercaya sebagai “para pelindung”. Di dalam Mbaru Niang tersebut
terdapat 5 tingkatan dari bawah ke atas dan di lantainya yang berbentuk
lingkaran dibagi-bagi dalam beberapa bagian.
Arsitektur Rumah Adat (Sumber : Buku Tentang Waerebo)
Ritual Upacara
Penti
Penti merupakan upacara adat Manggarai untukmengungkapkan
rasa syukur. Upacara ini dilaksanakan sebagai perayaan pesta tahun baru dalam
mensyukuri segala keberhasilan selama satu tahun penuh dan memulai kehidupan
pada tahun berikutnya. Penti dilaksanakan pada bulan Beko atau November yang
merupakan awal bulan dalam siklus perhitungan bulan masyarakat Waerebo. Upacara
Penti dilaksanakn selama satu hari penuh dengan beberapa tahapan upacara, yakni
pemberkatan terhadap sumber mata air, keselamatan kampung dan roh jahat.
Masyarakat berkumpul di rumah Gendang untuk menuju tempat pemberkatan dengan
diiringi nyanyian Sanda yang hanya dinyanyikan saat upacara Penti berlangsung.
Setelah itu upacara dilanjutkan dengan tarian Caci. Saat matahari sudah mulai
terbenam, dilakukan upacara pemberkatan rumah Gendang dengan melakukan ritual
penyembelihan ayam. Tundak Penti atau puncak acara Penti dilakukan pada malam
hari, seluruh masyarakat berkumpul di dalam Niang Gendang lalu menyembelih babi
jantan dan betina, menyanyikan lagu khusus seperti Sanda Lima dan diakhiri
dengan doa.
Tarian Caci
Tarian Caci merupakan salah satu kebudayaan Manggarai
yang menampilkan adu ketangkasan antara dua orang laki-laki dalam mencambuk dan
menangkis cambukan lawan secara bergantian. Caci diidentikkan dengan
keperkasaan laki-laki karena berkaitan dengan keberanian, kejantanan dan daya
tarik bagi perempuan. Ragam syarat yang harus dimiliki penari Caci seperti
tubuh kuat, pandai menyerang lawan dan bertahan, luwes melakukan gerakan tari
serta dapat menyanyikan lagu daerah. Selama atraksi berlangsung diiringi musik
gendang, gong dan nyanyian seperti Lando dan Mbaku.
Atribut dari penari Caci mengenakan celana panjang
berwarna putih di padu dengan kain songke diikat sepanjang lutut melambangkan
kepolosan, kemakmuran, ketulusan hati, kesantunan dan sikap patuh orang
Manggarai. Pada bagian pinggang terpasang Ndeki berbentuk seperti kunci kuda
terbuat dari rotan dengan bulu kambing melambangkan kejantanan dan keperkasaan.
Pada bagian pinggang belakang disematkan untaian lonceng yang akan bergemincing
mengikuti gerakan penarih. Tubuh bagian atas dibiarkan ttelanjang karena tubuh
tersebut adalah sasaran bagi serangan lawan. Pada bagian keapala para penari
mengenakan topeng Panggal yang melambangkan kharisma dan kekutan orang
Manggarai. Penari dipersenjatai dengan cambuk (Larik) yang terbuat dari kulit kerbau
yang dikeringkan dengan anyaman rotan di ujungnya. Penari juga dibekali perisai
(Nggiling) yang terbuat dari kulit kerbau yang dieringkan dan berbentuk bundar
untuk menahan serangan lawan. Tereng berbentuk busur terbuat dari rotan atau
dahan bambu dipakai untuk menangkis atau menahan gempuran lawan.
Filosofi Tarian Caci sebagai komunikasi antara Tuhan dan
Manusia. “Ca” berarti satu, “Ci” berarti Uji. Jadi Tuhan menguji para pemain
apakah mereka bersalah atau tidak. Salah satu lambang ujian ini adalah cambukan
yang melambangkan kilatan petir. Kilat adalah penghakiman dari Tuhan, juga
menghubungkan langit dan bumi. Caci adalah simbol Tuhan, kesatuan ibu pertiwi
dan bapak langit.
Kopi Waerebo
Dalam perjalanan menuju Waerebo, kita akan melalui
perkebunan kopi masyarakat. Iklim yang mendukung dan tanah yang subur membuat
kopi yang tumbuh di Waerebo sangat baik. Masyarakat setempat mulai menanam kopi
ketika Raja Todo mendapatkan bibit kopi dari Raja Bima di bawah kekuasaan
Kerajaan Gowa pada abad 18. Jenis kopi ini merupakan kualitas unggulan seperti
Arabica dan disebut Kopi Raja. Saat ini hanya tinggal sedikit saja
terbatas di sekitar kompleks rumah Gendang. Masyarakat mulai menanam berbagai
jenis kopi pada masa penjajahan Portugis dan Belanda.
Kopi Waerebo
Musang, Binatang
Sakral Waerebo
Saat tinggal di Popo, Empo Maro dan kerabat mengalami
peristiwa yang menyebabkan warga Waerebo hingga saat ini tidak berani menyakiti
dan memakan daging Musang. Awal kisahnya dari sebuah konflik yang terjadi saat
ada seorang ibu yang susah melahirkan padahal telah melewati masa kehamilan
normal. Empo Maro mengambil keputusan untuk membelah perut sang ibu agar sang
anak bisa dilahirkan dengan selamat. Akhirnya sang anak dapat berhasil selamat
sedangkan ibunya tidak. Beberapa tahun berselang, keluarga dari sang ibu marah
kepada keluarga Empo Maro setelah mengetahui proses persalinan yang salah dan
berencana menyerang Empo Maro. Musang datang memberi kabar kepada keluarga Empo
Maro bahwa akan ada serangan terhadapa mereka sehingga mereka segera
meningalkan kampung dan berhasil selamat. Kisah Musang yang telah menjadi
penyelamat keluarga Empo Maro diwariskan hingga saat ini dan musang menajdi
salah satu binantang yang disakralkan di Waerebo.
Pesan dari
Masyarakat Adat
Bantulah Kami dalam Menjalankan Prosedur Keamanan,
Keselamatan serta Kenyamanan Selama Perjalanan dan Kunjungan Anda ke Waerebo,
dengan :
Gunakan jasa
pemandu lokal, membeli produk masyarakat lokal, selain kunjungan anda akan
lebih bernilai anda juga turut membantu perekonomian masyarakat lokal
Tidak
membawa senjata tajam/senjata api, minuman keras dan narkotika
Kunjungan
untuk mengadakan penelitian, pembuatan film atau pelatihan mohon melakukan
pemberitahuan kepada pengurus adat dan mengikuti prosedur yang berlaku
Bantu Kami Menjaga Kelestarian Hutan Alam dan Kampung
Adat, dengan :
Tidak
membuang sampah sembarangan, tidak memetik tumbuhan dan menggangu satwa
liar serta membuat coretan/tulisan di pohon dan batu
Hindari
membuat api tanpa ijin, jangan buang puntung rokok sembarang, karena rumah
adat terbuat dari material yang mudah terbakar
Hormati Budaya Kami dan Bantu Kami Menjaga Kelestarian
Sosial dan Budaya Selama Kunjungan Anda, dengan :
Setiap
pengujung yang baru tiba di kampung Waerebo harus ke rumah Gendang terlebih
dahulu untuk melakukan upacara adat penghormatan leluhur (Waelu’u) setelah
itu baru diperkenankan beraktivitas di kampung
Tidak
melakukan aktivitas di Compang (Altar di depan rumah Gendang) karena
kawasan Compang disucikan secara adat
Menggunakan
pakaian yang sopan serta bersikap ramah
Memintalah
ijin sebelum anda mengambil foto seseorang
Bantu
mendidik anak-anak kami dengan tidak memberikan sesuatu (permen, uang,
mainan atau kue) tanpa seijin orang tua mereka
Bagaimana ke
Waerebo
Untuk menuju Waerebo anda bisa menggunakan pesawat turun
di Bandara Komodo, Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat atau Bandara Ruteng, Kab.
Manggarai. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan mobil atau motor sewaan ke
Dintor , tetapi agak sedikit mahal. Bisa anda turun di pertigaan
Ruteng-Dintor-Labuan Bajo dan menggunakan oto kayu (transprotasi publik) menuju
Dintor. Dari Dintor dilanjutkan dengan trakking sekitar 8 km menuju Waerebo.
Jika anda ingin beristirahat dulu sebelum memulai trakking, anda bisa menginap
di Waerebo Lodge.
Waerebo Lodge
4 Comments
Dimana beli bukunya bang?
ReplyDeleteDimana beli bukunya bang?
ReplyDeleteitu gak dijual. adanya cuman di rumah adat itu, biasanya kalo ada tamu yang datang itu yang dikasi liat
Deletecara mrndapatkan bukunya itu dimana bang
ReplyDelete