Mendaki akhir-akhir ini menjadi salah satu kegiatan yang banyak digemari. Terlebih ketika munculnya film 5 cm yang bercerita mengenai petulangan 5 sahabat dengan salah satu alur ceritanya mendaki Gunung Semeru. Saya yang tinggal di daerah pegunungan tepatnya di Toraja belum pernah merasakan namanya mendaki gunung. Sampai suatu hari....
Gunung Mutis
Petualangan saya mendaki gunung pertama kalinya di mulai. Libur panjang pada tanggal 6-7 Februari 2016, saya bersama teman kantor memanfaatkan dengan mendaki Gunung Mutis yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Provinsi NTT dengan tinggi 2.427 mdpl (meter diatas permukaan laut).
Siap-siap berangkat
Perjalanan kami di mulai. 6 Februari 2016 sekitar pukul 07.30, kami berangkat dari Kupang menggunakan mobil rental dengan harga sewa sekitar 1 jutaan per hari. Perjalanan panjang dan melelahkan sudah menunggu kami. Jalanan yang berkelok-kelok, terkadang mulus terkadang berbatu menemani perjalanan kami. Beberapa dari kami harus turun dari mobil karena jalanan yang tidak mendukung seperti jalan tanjakan yang belum di aspal. Kami memasuki Kota Soe sebagai ibukota Kab. TTS sekitar pukul 11.00. Kami berhenti untuk makan siang dan membeli sirih pinang. Sirih pinang bisa dibilang merupakan salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat NTT, hal ini dikarenakan sirih pinang biasanya disajikan dalam upacara adat ataupun menjadi oleh-oleh yang akan diberikan kepada tuan rumah ketika mengunjungi rumah orang NTT sekaligus sebagai rasa persaudaraan dan penghargaan bagi mereka.
Tak terasa perjalanan sekitar 6 jam berhasil kami lalui. Pukul
13.30 tiba di Lopo Mutis sebagai tempat beristirahat dan melapor ke tetua adat
setempat serta menyerahkan sirih pinang yang kami beli di pasar. Di depan rumah
berdiri sebuah tulisan “Homestay Lopo Mutis Pusat Informasi” dan memasuki
homestay beberapa rumah kecil sederhana yang disedikan sebagai tempat menginap
bari para pendaki yang berkeinginan untuk beristirahat sebelum melanjutkan
pendakian. Kami disambut beberapa masyarakat yang menggunakan kain khas NTT
yang dibalut di pinggang menutupi celana. Terlihat di kursi seorang bapak yang
sudah lanjut usia tetapi terlihat masih segar dan bersemangat, beliau adalah
Bapak Mateos Anin selaku tetua adat. Kami berbincang-bincang mengenai rencana
pendakian kami ke Gunung Mutis. “Penduduk tertua yang masih hidup dari leluhur
masyarakat Gunung Mutis adalah saya” Kata Bapak Mateos. “Saya sempat
berkeliling ke beberapa daerah di Indonesia” tambahnya.
Terkait pendakian kami, karena sekarang musim hujan Bapak
Mateos menyarankan untuk mendaki Gunung Mutis besok pagi dan sebaiknya menginap
di Lopo dulu, walaupun perjalanan kemungkinan bisa dilanjutkan dengan menginap
di Benteng (tempat yang biasanya digunakan para pendaki untuk beristirahat).
Kami pun berembuk untuk mendapatkan kesepakatan dengan pilihan menginap di lopo,
berangkat besok subuh dan langsung turun dari gunung tanpa berkemah atau
melakukan perjalanan hari ini, berkemah di benteng dan besok pagi melanjutkan
ke puncak gunung dan langsung. Setelah berdisuksi kami mengambil keputusan
untuk melakukan perjalanan hari ini. Setidaknya tenda yang kami bawa dapat
bermanfaat ketika menginap di Benteng. Tak lupa kami mengatakan ke Bapak Mateos
bahwa kami butuh porter untuk menemani kami selama pendakian. Kami menyepakati
menggunakan 3 porter. Tarif sekitar Rp. 100.000/porter dan kalau porternya menginap
bersama pendaki maka ditambah minimal Rp. 50.000/porter.
Sebelum pendakian kami disuguhkan makanan ringan oleh
Bapak Mateos bersama keluarga, kami pun menikmati sajian tersebut. Kami tidak
menggunakan mobil tetapi berjalan kaki dikarenakan saran dari Bapak Mateos
bahwa beberapa titik jalanan tidak mendukung untuk menggunakan mobil yang kami
rental.
Sekitar pukul 14.50 kami melanjutkan perjananan pendakian
Gunung Mutis. Sebelumnya kami melapor ke kantor Balai Besar Konservasi
Sumberdaya Alam (BBKSDA) NTT Resort Konservasi Wilayah sebagai pengelola dari
Cagar Alam Mutis untuk melaporkan bahwa kami akan melakukan pendakian ke Gunung
Mutis.
Perjalanan yang cukup melelahkan, jalan yang
berbatu-batu, jalan yang beralaskan tanah, tanjakan dan penurunan menjadi
karpet merah bagi kami. Tetapi semua itu setidaknya hilang sendiri dengan
suasana yang begitu alami yang kami rasakan selama perjalanan. Udara yang
terhirup begitu segar dan pastinya bebas dari polusi, hutan yang masih hijau,
pepohonan yang beranekaragam jenis dan bentuk menjadi pemandangan yang
menakjubkan. Hembusan napas lelah dan suara langkah kaki kami ditambah kicauan
burung menemani perjalanan kami, entah burung-burung tersebut memberi tanda
bahwa mereka menyambut kedatangan kami atau mengisyaratkan kepada kami bahwa
ini adalah wilayah mereka, kami jangan merusak lingkungan mereka. Sekitar pukul
17.00 kami tiba di benteng tempat yang kami rencanakan untuk mendirikan tenda. Selama
perjalanan beberapa kali kami harus berhenti beristirahat sejenak untuk
mengumpulkan tenaga. Karena kondisi masih terang, kami bersepakat untuk
melanjutkan perjalanan dan rencananya kami akan menginap di Padang Lelofui.
Perjalanan sekitar 3 jam dari Lopo Mutis sampai ke Padang
Lelofui. Pukul 18.30 kami tiba di Padang Lelofui. Kondisi sekitar sudah gelap.
Kami mencari tempat yang aman dan cocok untuk mendirikan tenda, beristirahat di
sini dan masak untuk makan malam. Pukul 21.00 saya pun membaringkan tubuh di
dalam tenda untuk kembali mengistirahatkan tubuh yang telah berjuang sekitar 9
jam mulai perjalanan dari Kupang ke tempat kami berada sekarang. Mengumpulkan
energi untuk kembali melanjutkan perjalanan yang sesungguhnya mendaki Gunung
Mutis.
Minggu, 08 Februari 2015 sekitar pukul 04.30 kami bangun
dan bersiap-siap untuk mendaki. Tanpa sarapan hanya meneguk segelas air.
Mempersiapkan bekal berupa makanan ringan dan air sebagai perlengkapan kami
selama perjalanan ke maupun dari gunung. Pukul 05.00 kami berangkat.
Perjalanan ini lebih menguras banyak tenaga, jalan didominasi
oleh tanjakan dan sedikit memutar. Perjalanan sekitar 30 menit, kami tiba di
sebuah puncak bukit, yang pastinya belum puncak gunung. Sunrise sudah menyapa
kami. Sebenarnya rencana kami ingin melihat sunrise di puncak Gunung Mutis,
tetapi rencana tersebut diluar dugaan. Setidaknya kami dapat melihat sunrise di
sini. Di tempat ini juga terdapat sebuh tugu dan beberapa kuburan. Menurut
porter yang menemani kami, kuburan tersebut adalah kuburan orang Belanda yang
tinggal di sekitaran kaki gunung.
Kami melanjutkan perjalanan.... Melewati bekas rumah
orang Belanda yang sudah ditutupi tanaman yang tubuh subur.
Melanjutkan perjalanan sekitar 30 menit, kami tiba di
pintu gerbang Gunung Mutis. Porter pun berbicara kepada kami untuk meletakkan
sedikit makanan yang kami bawa, saya pun mengeluarkan permen dan makanan
ringan, meletakkannya di batu besar yang memang menjadi pintu gerbang Gunung
Mutis.
Kami beristirahat sejenak. Kemudian melanjutkan
perjalanan. Jalanan yang terus mendaki menguras tenaga. Kami beberapa kali
beristirahat. Menikmati bekal yang kami persiapkan. Sesekali memotret apa yang
kami lihat. Pemandangan hutan yang lebat dan kembali kicauan burung menyambut
kedatangan kami.
Sekitar pukul 08.00 atau perjalanan selama 3 jam dari
Padang Lelofui. Kami tiba di puncak 1 Gunung Mutis. Di sini tidak ada tugu,
yang ada hanya sebatang kayu yang berdiri dengan tumpukan batu di sekitarnya.
Saya pun bergegas mengambil beberapa gambar sekaligus menunggu teman yang masih
di belakang kami. Setelah kami semua sudah berada di puncak 1. Kami
beristirahat sejenak untuk menuju puncak 2 yang jaraknya hanya beberapa meter.
Akhirnya sekitar hampir pukul 09.00.... Kami pun tiba di
puncak 1 sebagai puncak yang sesungguhnya dari Gunung Mutis. Terdapat sebuah
tugu dari beton yang terlihat sudah lama di buat, tulisan “Puncak Mutis 2.427
MDPL” dan sebuah plat bertuliskan “Duta Teknik”. Sekitaran puncak ditumbuhi
banyak pepohonan dan tanaman. Karena Gunung Mutis bukan gunung aktif sehingga
gunung ini menjadi habitat yang cocok bagi tanaman.
Perjalanan yang cukup panjang dari Kupang ke Lopo Muti
sekitar 6 jam, dari Lopo Mutis ke Padang Lelofui sekitar 3 jam, dari Padang
Lelofui ke Puncak Gunung Mutis sekitar 4 jam. Total perjalanan yang kami tempuh
setidaknya sekitar 13 jam. Perjalanan yang cukup panjang, melelahkan, menguras
tenaga. Tetapi ketika tiba di puncak semuanya terbayar ada rasa bangga dan
lega.
Kami mengambil gambar dari puncak ini.... Sebelum kami
kembali...
Perjalanan kembali ke Kupang telah menunggu. Setelah puas
melihat pemandangan dan pastinya berfoto ria. Kami kembali sekitar pukul 09.30
dan tiba di Padang Lelofui sekitar pukul 12.00. Waktu tempuh yang lebih cepat
dibanding ketika berangkat. Mungkin karena penurunan jadi cepat sampai.
Kami masak untuk makan siang. membersihkan lokasi tenda
dan bersiap-siap untuk kembali ke Kupang. Kembali berjalan kaki menelusuri
jalan. Ketika kembali dan sudah memasuki daerah Benteng, hujan turun terpaksa
kami harus berteduh untungnya di sekitar daerah tersebut ada gua. Sambil
berteduh kami sambil menikmati kopi panas sekalian mengusir dinginnya udara
pegunungan.
Hujan reda... Kami melanjutkan perjalanan kembali..
Sekitar pukul 06.00 atau sekitar 4,5 jam perjalanan dari Padang Lelofui kami
sampai di Lopo Mutis. Sebelumnya kami telah melapor kembali ke pihak Balai KSDA
bahwa kami telah turun selesai melakukan pendakian.
Pendakian ke Gunung Mutis kali ini merupakan petualangan
yang tidak pernah saya lupakan. Sebagai pendakian saya yang pertama rasa senang
dan tentunya rasa penasaran dan keinginan untuk mendaki gunung lain yang ada di
Indonesia. Terlepas dari semua itu, disini saya belajar bagaimana bekerjasama
dan peduli kepada sesama, terlebih bagaimana menghargai alam ini sebagai
ciptaan Tuhan yang harus dijaga dan dilestarikan. Tuhan menyertai dan alam
mendukung pendakian kami, selama perjalanan kondisi cuaca yang tetap cerah dari
keberangkatan, menuju dan kembali dari puncak.
Setelah kami
berisitrahat sejenak. Kami meminta izin untuk pulang....
Usut punya usut ternyata kami tidak akan langsung balik
ke Kupang, tetapi berdasarkan kesepakatan, kami akan mengunjungi dan akan
menginap di salah satu destinasi wisata yang tidak jauh dari Lopo Mutis. Desa
Wisata Desa Fatukoto : Danau Oelnonon.
17 Comments
Cool Nando ... bt salut
ReplyDeleteTerima kasih
DeleteHalo bro.
ReplyDeleteBagus juga pengalamannya.
Kapan2 bolehlah saya diajak ke mutis.
Udah 4 tahun di kupang, belum pernah ke sana.
Hehee.
Salam.
Halo. Saya sdh tdk d kupang lagi bro
DeleteKeren perjalanannya.
ReplyDeleteKapan2 bolehlah saya diajak ke mutis.
Saya udah 4 tahun di kupang, belum pernah ke mutis. Hehee.
Salam.
Sdh tidak d Kupang lagi ni
DeleteKeren perjalanannya.
ReplyDeleteKapan2 bolehlah saya diajak ke mutis.
Saya udah 4 tahun di kupang, belum pernah ke mutis. Hehee.
Salam.
Yok cari temanlah yg bisa diajak nanjak
DeleteSiap mas....
ReplyDeleteOk
DeletePerijinan di BBKSDA bagaimana ya mas
ReplyDeleteHalo kak. Utk perizinan cuman melapor k pos penjagaan
DeletePerizinan di BBKSDA bagaimana ya mas?
ReplyDeleteKmrin pas k atas cuman isi buku tamu di pos BKSDA. Minta izin jga k tetua adat sblum naik
DeletePendakian Gunung Mutis adalah pendakian yang luar biasa dan menegangkan
ReplyDeleteMenyenangkan juga
DeleteSepakat kalo gunung Mutis tertinggi di pulau Timor bagian barat, bukan tetinggi di pulau Timor. Mutis urutan ke empat tetinggi di pulau Timor setelah Ramelau, Kablaki dan Matebian.
ReplyDelete