Merauke kata yang tidak asing bagi kita, orang Indonesia.
Kata ini lebih dikenal dari adanya lagu dengan lirik yang menyebut kata
Merauke... Salah satu petikan lagunya seperti ini ”Dari Sabang sampai Merauke berjajar pulau-pulau”. Daerah yang
terletak di wilayah Indonesia timur masuk kedalam wilayah adminsitrasi Provinsi
Papua yang beribukota di Jayapura. Jarak yang cukup jauh dari ibukota provinsi.
Tulisan “Izakod Bekai Izakod Kai” yang berarti “Satu Hati
Satu Tujuan” menyambut kedatangan kami di Bandar Udara Mopah, Merauke pada
tanggal 02 Desember 2015. Suasana di bandara tidak terlalu ramai dan fasilitas
masih kurang. Sementara beberapa fasilitas bandara dalam proses perombakan dan
perbaikan. Perjalanan kami lanjutkan ke kantor sekretariat Percepatan
Pengembangan Kawasan Kelautan dan Perikanan Terintegrasi (P2K2PT), Merauke.
Selama perjalanan, ada hal berbeda yang saya lihat, selama ini ketika saya
maupun kebanyakan orang mendengar kata Papua maka terlintas dalam pikiran kita
pegunungan yang hijau dan jarang ada rumah. Tetapi disini, di Merauke berbeda,
jalanan yang rata tanpa gunung dan rumah warga yang terlihat ramai berjejeran
di sepanjang jalan. Setidaknya inilah bagian dari Papua yang sedang dalam
proses perkembangan.
Kantor P2K2PT menjadi tempat tinggal kami selama 1 malam
dan 2 malam di hotel. Setelah beristirahat sejenak, kami menuju kantor Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Merauke untuk bertemu dengan kepala dinas membahas
kedatangan kami di Merauke. Kondisi jalan pun masih terlihat rata, walaupun
sedikit sepi. Pembangunan sementara di lakukan di beberapa sudut jalan.
DKP Kab. Merauke
Setelah pertemuan selesai, kami menuju pelabuhan Merauke.
Terlihat beberapa anak-anak sedang berenang di sekitar pelabuhan yang airnya
terlihat keruh, tetapi mereka tetap menikmati
dan dengan riang melompat dari atas beberapa kayu yang tertancap. Di
samping dermaga bersandar sebuah kapal dengan kondisi berkarat. Entah kapal itu
masih dalam kondisi baik atau tidak, atau kapal itu sudah rusak sehingga hanya
berdiam diri di sekitar pelabuhan tanpa adanya pelayaran yang dilakukan.
Perjalanan kami lanjutkan ke tempat pembuatan es batu
yang berada di Kelurahan Samkai. Tempat ini berfungsi sebagai gudang pembuatan
es batu yang dapat dibeli oleh warga sekitar yang kebanyakan berprofesi sebagai
nelayan untuk mengawetkan hasil tangkapan di laut. Walaupun produksi dari es
batu tersebut masih minim, tetapi setidaknya bisa memenuhi kebutuhan es batu
warga.
Pabrik Pembuatan Es Balok
Pantai Yambuti atau Pantai Lampu Satu berada di depan tempat
pembuatan es ini, jadi saya hanya berjalan kaki tidak sampai 2 menit. Dinamakan
Pantai Lampu Satu karena tidak jauh dari pantai terdapat satu menara mercusuar
yang pada malam hari menjadi lampu di sekitar lokasi tersebut. Kondisi pantai
yang landai dengan pasir cokelat yang sangat halus. Angin disekitar pantai
sangat kencang, sehingga harus hati-hati apabila berada di pantai. Jangan
sampai pasir yang tertiup angin masuk ke dalam mata.
Pantai Lampu Satu
Setelah itu, kami kembali ke kantor P2K2PT untuk
bersiap-siap menuju hotel. Hotel yang kami tuju adalah Swiss Bell Merauke.
Jaraknya tidak begitu jauh dari kantor P2K2PT dan pastinya jalan masih rata
tidak ada tanjakan maupun penurunan.
Malam harinya, kebetulan saya memiliki keluarga yang
tinggal di Merauke. Jadi saya manfaatkan untuk bertemu. Kami mengunjungi tempat
makan yang menyediakan makanan khas Merauke, Sate Rusa. Ini pertama kali saya
makan jenis sate ini. Rasanya enak dan pastinya menggugah selera. Selain itu,
di sini tersedia menu ikan bakar. Ternyata harga makanan di sini tidak terlalu
mahal, tidak seperti yang diberitakan bahwa harga kebutuhan di Papua secara
umum sangat tinggi. Selesai makan kami kembali ke hotel untuk beristirahat.
Kegiatan kami sebenarnya datang ke Merauke adalah
mengunjungi Pulau Kolepon. Perlu diketahui bahwa Pulau Kolepon merupakan salah satu pulau kecil
terluar yang dimiliki oleh Indonesia, pulau ini berbatasan dengan Australia. Jadi satu-satunya harapan kami hanya menggunakan
kapal dan informasi yang kami dapatkan bahwa kapal berangkat hari Sabtu, 05
Desember 2015. Kami menunggu beberapa hari.......
Tanggal 03 Desember 2015. Kami menuju salah satu destinasi wisata favorit di Merauke bernama Sota. Sota menjadi destinasi wisata favorit karena merupakan daerah perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea. Berjarak sekitar 80 km dari Merauke dan dapat ditempuh selama kurang lebih 1 sampai 1 setengah jam. Menggunakan mobil, kami meluncur ke Sota. Selama perjalanan jalan masih rata dan cukup baik. Kami melewati hutan lindung. Sepanjang hutan tersebut pastinya ditumbuhi hutan yang sedikit kurang subur, mungkin karena masih musim kemarau dan hujan jarang turun. Yang berbeda dan menarik adalah jajaran sarang semut, yang menjadi ciri khas Merauke terlihat dengan jelas dengan tinggi yang berbeda-beda.
Tanggal 03 Desember 2015. Kami menuju salah satu destinasi wisata favorit di Merauke bernama Sota. Sota menjadi destinasi wisata favorit karena merupakan daerah perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea. Berjarak sekitar 80 km dari Merauke dan dapat ditempuh selama kurang lebih 1 sampai 1 setengah jam. Menggunakan mobil, kami meluncur ke Sota. Selama perjalanan jalan masih rata dan cukup baik. Kami melewati hutan lindung. Sepanjang hutan tersebut pastinya ditumbuhi hutan yang sedikit kurang subur, mungkin karena masih musim kemarau dan hujan jarang turun. Yang berbeda dan menarik adalah jajaran sarang semut, yang menjadi ciri khas Merauke terlihat dengan jelas dengan tinggi yang berbeda-beda.
Tak terasa kami sudah memasuki wilayah Sota. Sebelum
masuk, kami harus melapor ke pos TNI AD yang menjaga wilayah perbatasan dengan
menitipkan salah satu KTP dan menghitung jumlah orang yang akan masuk ke
wilayah perbatasan. Melanjutkan perjalanan, kami masih membayar uang parkir
kepada warga yang berjaga disitu sebelum masuk.
Pos TNI
Dari kejauhan berdiri kokoh tiang, dimana berkibar dengan
gagah berani bendara Merah Putih dan Tulisan “Selamat Datang Di Sota Perbatasan
RI-PNG” menyambut kami. Dibelakang tulisan Selamat datang terdapat pula tulisan
“Bahasa Indonesia Penjaga Persatuan dan Kesatuan NKRI”.
Banyak spot yang dapat dimanfaatkan untuk berfoto ria,
selain kedua tulisan tersebut diatas, terdapat pula tugu empat sisi dengan satu
sisi tertulis “Team Survey Indonesia”, satu sisi tertulis “Aus Survey Team” dan
dua sisi lainnya tertulis titik koordinat berdirinya tugu tersebut sebagai
perbatasan RI-PNG.
Tugu Tim Survey Indonesia-Aus
Selain itu, terdapat titik nol kilometer berupa coran
berbentuk bulat. Semakin ke arah PNG berdiri dengan kerasnya sarang semut yang
sangat tinggi sekitar 3 meter, ini pun menjadi spot yang wajib untuk mengambil
gambar.
Kilometer 0 Indonesia
Disini juga terdapat sebuah rumah semut yang sangat tinggi. Berdiri kokoh di antara perbatasan Indonesia-PNG. Menjadi salah satu spot untuk berfoto. Menjadi bukti bahwa kami sudah berkunjung ke daerah perbatasan ini. Rumah semut menjulang tinggi bahkan bisa mencapai beberapa puluhan meter. Tahukah anda bahwa rumah semut ini menjadi ikon Merauke
Ini dia jalan ke arah PNG
Di sekitar sudah ada beberapa fasilitas wisata yang dibangun, seperti kursi beton, lopo-lopo dan toilet. Pun tak ketinggalan masyarakat yang memanfaatkan daerah ini sebagai destinasi wisata untuk menjual berbagai souvenir yang menjadi ciri khas Merauke, seperti sarang semut yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, tas noken khas papua, baju dan topi yang bertuliskan “RI-PNG”, minatur Tifa alat musik tradisional asal papua, beberapa buah-buahan seperti semangka dengan ukuran jumbo dan masih banyak lagi.
Rumah Semut
Ini dia jalan ke arah PNG
Arah PNG
Di sekitar sudah ada beberapa fasilitas wisata yang dibangun, seperti kursi beton, lopo-lopo dan toilet. Pun tak ketinggalan masyarakat yang memanfaatkan daerah ini sebagai destinasi wisata untuk menjual berbagai souvenir yang menjadi ciri khas Merauke, seperti sarang semut yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, tas noken khas papua, baju dan topi yang bertuliskan “RI-PNG”, minatur Tifa alat musik tradisional asal papua, beberapa buah-buahan seperti semangka dengan ukuran jumbo dan masih banyak lagi.
Beberapa oleh-oleh yang dapat dibeli di Sota
Sarang semut salah satu oleh-oleh dari Sota sebagai obat
Setelah puas, kami kembali ke Merauke. Namun di tengah
jalan, berdiri sebuah tugu dengan puncaknya burung garuda. Ini dia tugu kembar
yang hanya ada dua di Indonesia yang satu di Sabang dan yang satunya lagi di
sini di Merauke. Kesempatan yang langka bisa berfoto di sini. Walaupun kondisi
tugu ini sudah usang dimakan oleh waktu tetapi tetap berdiri dengah kokoh
menjadi penanda bahwa dari Sabang sampai Merauke adalah wilayah NKRI. Di
samping tugu tersebut, berdiri sebuah prasasti dengan tulisan lirik lagu Satu
Nusa Satu Bangsa bersama dengan tanggal diresmikannya tugu kembar Merauke, 16
Desember 1994.
Tugu kembar yang berada di Merauke
Kami melanjutkan perjalanan kembali ke Kota Merauke.
Setelah beristirahat, sore harinya kami menuju sungai yang rencananya akan di
bangun sebuah keramba jaring apung (KJA) untuk budidaya ikan yang nantinya
dijadikan sebagai objek wisata. Disekitaran sungai terhampar lebat pohon mangrove
dan beberapa sisi sudah ditebang. Saya teringat perkataan salah seorang warga
yang bersama-sama dengan kami bahwa di Merauke destinasi wisata yang ada sangat
minim, hanya Pantai Lampu Satu atau Sota daerah perbatasan. Setelah dibukanya
destinasi wisata baru dengan objek budidaya perikanan dan wisata mangrove dapat
menambah distinasi wisata yang ada di Merauke. Kami kembali ke penginapan
setelah puas mengunjungi bantaran sungai untuk beristirahat.
Hari Jumat, 04 Desember 2015. Walaupun saya tidak melaksanakan
sholat jumat, saya tetap berangkat ke mesjid bersama dengan teman sekalian
makan siang dan check out dari hotel. Mesjid yang kami tuju adalah Mesjid Raya
Al-Aqsha Merauke. Mesjid berlantai dua yang didominasi warna cokelat dengan air
mancur di tengah pelataran mesjid.
Sementara teman saya sholat saya berjalan-jalan di
sekitar mesjid dan menuju Tugu Lingkaran Brawijaya yang letaknya tepat di depan
Mesjid. Tugu dengan Angka 969 memiliki arti Merauke umur panjang, 9 berarti
damai dan sejahtera sedangkan 6 memiliki arti keseimbangan, dan di puncak tugu
terdapat replika bola dunia yang berarti Merauke harus mendunia serta tulisan
1902 sebagai tahun lahirnya Kota Merauke, tepatnya tanggal 12 Februari 1902. Kami
menuju kantor P2K2PT sebagai penginapan kami selama 2 malam.
Rencana untuk berangkat ke Pulau Kolepon ternyata
dibatalkan karena sesuatu dan lain hal. Sehingga kami harus membatalkan perjalanan tersebut. Dan
rencana akan balik ke Kupang tanggal 6.
Malam harinya, kami mengunjungi Phoenam salah satu tempat
nongkorng anak muda bahkan orang tua dengan konsep yang lebih modern. Phoenam
sebagai kedai kopi sangat ramai dikunjungi oleh kaula muda maupun tua di
Merauke. Konsep yang lebih modern dan pastinya free wifi menjadi magnet
tersendiri. Kami kembali ke penginapan setelah selesai nongkrong.
Phoenam Merauke
Suasana di dalam Phoenam
05 Desember 2016 kami hanya bersitirahat di penginapan.
Malam harinya kami mencari oleh-oleh sebagai buah tangan telah mengunjungi
Merauke. Kami tidak menemukan toko yang menjual souvenir Merauke, seperti baju
dan lain sebagainya. Hanya sebuah toko oleh-oleh makanan, Hawai Bakery.
Ternyata toko ini sudah membuka cabang di Merauke. Oleh-oleh andalan dari tanah
Papua, dengan menu Abon Gulung yang sudah terkenal di Indonesia. Tidak ada seninya
ketika mengunjungi Papua tanpa membawa oleh-oleh ini. Rasanya yang mantap dan
maknyus membuat makanan ini diburu oleh para wisatawan. Harganya pun ya sesuai
dengan harga Papua. Setelah itu kami kembali ke penginapan.
06 Desember 2016. Kami meninggalkan Merauke menuju
Kupang. Kami hampir ketinggalan pesawat karena ternyata pesawat yang kami
tumpangi jadwal keberangkatannya dimajukan.
Inilah perjalanan kami di Merauke. Tanah paling timur
Indonesia, berbeda dengan tanah Papua pada umumnya. Tanah dengan kontur yang
rata tanpa pegunungan. Pengalaman yang sangat luar biasa bisa mengunjungi
Merauke. Berharap suatu saat nanti kembali ke tanah ini dengan petualangan yang
lebih seru dan pastinya mengunjungi Pulau Kolepon.
6 Comments
Mantap artikelnya om, kalau boleh, saya ingin ralat sedikit, yg pertama untuk bandaranya namanya Mopah, bukan Mapoh, mungkin ada kekeliruan dalam penulisan.
ReplyDeleteYang kedua, mungkin yg dimaksud berjejer di sepanjang jalan itu Rumah semut (musamus), bukan sarang semut, kalau rumah semut berdiri di atas tanah, sedangkan sarang semit diatas pohon yg biasa dijadikan sebagai obat.
Mungkin itu yg bisa sy tambahkan. Ditunggu kedatangan berikutnya di Merauke. :)
Terima kasih mas atas koreksi.x...
DeleteKira2 biaya hidup di merauke per hari perlu brp? Apa disana ada nasi? Karena saya fresh graduate yg br sj dtrima d slh satu bumn dan penempatan disana. Saya asli jawa. Jujur saja saya takut untuk kesana
ReplyDeleteWaahhh. Maaf kak baru balas. Pastinya kak sdh d Merauke ya
Deletealhamdulillah saya di merauke cuma 6 bulan... dari april 2018 sampe oktober 2018 skrg sudah penempatan di jakarta. Dulu saya takut sekali ke merauke. maaf pake akun lain
DeleteSiap kak. Bagi share pengalaman, kesan dan pesan.x selama d Merauke kak
Delete